Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sejumlah organisasi non pemerintahan dan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menggugat Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 1 Tahun 2016, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat ke Mahkamah Agung.
Perwakilan Pokja 30 Carolus Tuah di Samarinda, Selasa, mengatakan, pengajuan judical review ke MA tersebut didasari fakta bahwa Perda RT/RW Kaltim dinilai bertentangan dengan peraturan lain yang lebih tinggi, apalagi dampak aturan tata ruang tersebut juga tidak berpihak pada masyarakat lokal.
" Kami sedang mendaftarkan gugatan ke MA. Ada dua termohon dalam gugatan ini yakni, Gubernur dan DPRD Kaltim," kata pria yang akrab disapa tuah tersebut.
Ia mengatakan selain didudukung berbagai bukti dan analisa untuk menguatkan proses hukum dalam pengajuan proses hukum di MA, pihaknya didampingi enam orang pengacara.
"Penggugatnya ada 11 orang yang semuanya warga Kaltim. Ada ibu rumah tangga, mahasiswa, swasta, dan lainnya," kata Tuah.
Margaretha Seting dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Kaltim mengatakan, petda RTRW Kaltim dinilia memberikan keleluasan pada investasi atau bisnis namun jusyru tidak ramah terhadap masyarakatnya.
"Dengan adanya Perda RT/ RW tersebut lahan karst Kaltim yang awalnya 3,6 juta hektare, sekarang yang dilindungi hanya 307 ribu hektare atau 8,43 persen saja. Padahal, banyak masyarakat yang menggantungkan sumber airnya dari kawasan karst," kata Margaretha.
Selain itu, Margareta juga menyoroto soal rencana investasi pembangunan jalur kereta api, yang juga sudah diakomodir dalam RTRW.
"Kereta api yang dibangun ini untuk mengangkut batubara. Bukan untuk membuka terisolasinya warga pedalaman,"katanya.
Sementara, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang mengungkapkan, rencana menggugat RTRW ini sudah mencuat diakhir 2015 lalu.
Ia menilai, RTRW ini, dinilai tidak memberikan ruang hidup bagi masyarakat.
Dari data yang dimiliki Jatam, luas daratan Kaltim sekitar 12,7 juta hektare. Namun, jumlah perizinan yang teralokasikan dalam RTRW mencapai 13 juta hektare lebih (lihat grafis).
"Artinya, banyak sekali tumpang tindih perizinan. Kita bisa lihat juga, ruang hidup warga sudah hilang. Kebijakan izin yang gila-gilaan ini harus dihentikan," tegasnya.
Di satu sisi, alokasi lahan untuk pertanian di RTRW, hanya sekitar 400 hektare.
"Hak kelola masyarakat terhadap lahan dan hutan adat nyaris tidak ada," timpal Margaretha.
Upaya menarik investasi ke Bumi Etam, menurut Pradarma, harus dilakukan dengan akal sehat.
"Samarinda, dari 10 kecamatan, hanya satu yang tidak ada tambang. Ini, investasi yang bagaimana," tegasnya.(*)
Koalisi Masyarakat Gugat Perda RT/RW Kaltim
Rabu, 1 Maret 2017 12:46 WIB