Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
menolak dilibatkan sebagai eksekutor hukuman kebiri yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1
Tahun 2016 karena tidak sesuai dengan kode etik kedokteran.
"Ikatan
Dokter Indonesia mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan
hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual kepada anak,"
kata Ketua Umum IDI Prof. Dr Ilham Oetama Marsis di Jakarta, Kamis.
Namun,
ia mengemukakan, adanya sanksi tambahan berupa kebiri kimia yang
mengarahkan dokter sebagai eksekutor sanksi, maka didasarkan fatwa
Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Kebiri Kimia yang juga didasarkan pada Sumpah Dokter serta Kode Etik
Kedokteran Indonesia membuat IDI menyampaikan agar pelaksanaannya tidak
melibatkan dokter sebagai eksekutor.
IDI mendorong keterlibatan
dokter dalam hal rehabilitasi korban dan pelaku. Rehabilitasi korban,
menurut Ilham, menjadi prioritas utama guna mencegah dampak buruk dari
trauma fisik dan psikis yang dialaminya.
"Rehabilitasi pelaku
diperlukan untuk mencegah kejadian serupa dilakukan kembali yang
mengakibatkan bertambahnya korban. Kedua, rehabilitasi membutuhkan
penanganan komprehensif melibatkan berbagai disiplin ilmu," katanya.
Kebiri kimia, dinilainya, tidak menjamin berkurangnya hasrat dan potensi perilaku kekerasan seksual pelaku.
Oleh karena itu, IDI mengusulkan agar pemerintah mencari bentuk hukuman lain sebagai sanksi tambahan. (*)
IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri
Kamis, 9 Juni 2016 16:37 WIB