Bontang (ANTARA Kaltim) - Badan Legislasi DPRD Kota Bontang mewacanakan pembentukan peraturan daerah terkait rumah kos-kosan untuk mengantisipasi maraknya prostitusi terselubung dan peredaran narkotika.
Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Bontang Setioko Waluyo saat dihubungi di Bontang, Senin, mengemukakan wacana pembentukan perda rumah kos tersebut untuk mengantisipasi prostitusi terselubung dan meminimalisasi peredaran narkoba yang kian marak di daerah setempat.
"Ada dua isu penting terkait penyelenggaraan rumah sewa ini. Pertama, berhubungan dengan pengaturan dan perlindungan terhadap hal dan kewajiban yang dimilik penyewa dan pemilik. Kedua, pergaulan bebas dan pengawasan terhadap peredaran narkoba dan minuman keras," katanya.
Menurut ia, bisnis rumah sewa atau kos-kosan di Kota Bontang dalam beberapa tahun terakhir terus berkembang dan DPRD melihat banyak indikasi rumah sewa dijadikan tempat prostitusi.
Untuk itu, Badan Legislasi DPRD Bontang mewacanakan pengaturan bisnis rumah sewa dengan membuatkan payung hukum berbentuk perda.
Setioko Waluyo mengatakan jika tidak dilakukan penataan dan pengaturan, tidak menutup kemungkinan bisnis kos-kosan berpotensi memunculkan efek negatif yang memicu kekhawatiran warga, seperti pergaulan bebas, peredaran narkoba atau prostitusi terselubung.
Politisi Partai Amanat Nasional ini mengatakan Badan Legislasi akan melakukan kajian dan menyusun draf naskah akademik raperda tersebut.
Perda itu sebagai landasan hukum bagi pembinaan dan penyelenggaraan rumah sewa dan kos-kosan, yang muaranya dapat berkontribusi dalam pencapaian motto Kota Bontang, yakni tertib, agamis, mandiri, aman, dan nyaman.
"Perda itu diharapkan juga bisa menjadi landasan menciptakan dan menjaga ketentraman dan ketertiban lingkungan masyarakat. Bahkan, bisa sebagai pengendali administrasi kependudukan dengan mewajibkan setiap penyewa melapor kepada ketua RT setempat," katanya.
Sebagai kota industri yang terus tumbuh, lanjutnya, Kota Bontang dipastikan bakal menghadapi beban kependudukan sebagai akibat langsung terjadinya urbanisasi.
"Masalah urbanisasi bisa memicu tumbuhnya kantong-kantong permukiman kumuh di tengah atau pinggiran kota, sehingga perda ini sebenarnya tidaklah cukup," jelasnya.
Ia menambahkan kebijakan terkait pemenuhan hak dasar masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal perlu juga dilengkapi dengan peraturan lainnya, seperti rumah susun dan konsistensi dalam penerapan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
"Dengan kata lain, kebijakan permukiman dan kependudukan ini harus bersifat komperehensif dan dilakukan secara sistematik, tidak parsial," tambahnya. (Adv/*)