Tenggarong, Kaltim (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar), Kalimantan Timur, menyatakan bahwa Festival Erau 2025 yang digelar pada 21-28 September ini, selain untuk pelestarian juga merupakan salah satu upaya untuk memperkuat identitas budaya bangsa.
"Pemkab Kukar berkomitmen melestarikan adat dan budaya Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura,” kata Asisten III Pemkab Kukar Dafip Haryanto saat giat pra-Erau berupa prosesi Upacara Beluluh bagi Sultan Aji Muhammad Arifin di Tenggarong, Kamis.
Beluluh merupakan upacara persiapan sebelum rangkaian Erau. Upacara ini bermakna pembersihan bagi Sultan serta memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pemerintah, lanjut Dafip, berkepentingan memperkuat identitas budaya daerah, melestarikan dan mengembangkannya agar kelak anak-cucu maupun generasi penerus dapat mengenal adat tradisi dan budaya Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan baik, meski digempur oleh perkembangan teknologi digital.
"Visi Misi Kukar Idaman Terbaik melalui Program Dedikasi ‘Penguatan Penggiat Seni dan Budaya Daerah’, ditujukan untuk pelestarian dan pengembangan seni dan budaya di Kabupaten Kukar," katanya.
Pola yang ditempuh adalah dengan melakukan pembinaan dan fasilitasi kepada sanggar seni dan budaya, baik berupa sarana dan prasarana, fasilitasi legalitas kelembagaan, promosi pertunjukan, serta peningkatan kapasitas SDM yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembangunan daya tarik destinasi wisata daerah.
Sedangkan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, memiliki tempat khusus dalam program ini, karena posisi Sultan sebagai pewaris utama adat tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
"Oleh karenanya, pemerintah berkewajiban memberikan dukungan penuh dan fasilitasi terhadap upaya pelestarian adat dan tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura," ujarnya.
Proses upacara Beluluh ini dipimpin oleh seorang Belian (sebutan untuk tokoh laki-laki spiritual Adat Kutai). Dimulai dari Sultan menuju balai tiga tingkat di tengah Kedaton.
Balai ini yang diduduki Sultan ini terbuat dari bambu kuning yang memiliki 41 kaki. Sambil duduk di atas balai dan diiringi doa, Sultan diberi tempong tawar dan air bunga oleh Dewa (sebutan untuk tokoh wanita spiritual Adat Kutai).
Sesuai adat yang dijalankan turun temurun, setelah menjalani Beluluh, Sultan tidak menginjakkan kaki ke tanah secara langsung, hingga pelaksanaan Erau berakhir pada 28 September ini.
