Sangatta, Kutim (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) bersama perusahaan pengolah minyak sawit Apical dan lembaga swadaya masyarakat Earthworm Foundation meresmikan program Desa Hidup Berkelanjutan (DHB).
“Program ini akan kami kerjakan di tiga desa di Kutai Timur, yaitu Tepian Indah, Tepian Langsat, dan Tepian Makmur selama lima tahun atau hingga 2029 mendatang,” kata Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim Ripto Widargo di Sangatta, Jumat.
Dalam program Desa Hidup Berkelanjutan ini masyarakat ketiga desa akan belajar pertanian kelapa sawit dan kakao dengan penggunaan pupuk organik dan seminimal mungkin menggunakan pupuk kimia dari pabrik.
“Kami akan saling berbagi ilmu pertanian berkelanjutan dengan 500 petani selama lima tahun program ini,” kata Manajer CSR Apical Agus Wiastono pada kesempatan terpisah. Apical juga akan membantu menyediakan peralatan dan dukungan yang diperlukan untuk terus maju dan berkembang.
Ke-500 petani yang sudah belajar pertanian tanpa pupuk kimia atau pertanian berkelanjutan itu diharapkan nanti bisa berbagi ilmunya dengan petani lainnya yang tidak sempat ikut. Dari ketiga desa seluruhnya ada lebih kurang 4.000 kepala keluarga dengan jumlah penduduk seluruhnya 16.200 jiwa.
Menurut Agus, pertanian sawit dan kakao yang berkelanjutan ini diyakini akan meningkatkan produksi kedua jenis komoditi sehingga bisa diharapkan membawa peningkatan kesejahteraan bagi para petani.
“Jadi ada pendapatan dari kelapa sawit, dan petani juga memiliki sumber pendapatan alternatif dari kakao,” lanjut Ripto.
Agus Wiastono juga menambahkan, bahwa dalam program DHB ini Apical mendampingi petani untuk mempraktikkan pertanian yang baik dan praktik manajemen terbaik untuk budidaya kelapa sawit berkelanjutan.
“Hal ini akan mendukung petani dalam memperoleh Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB),” kata Agus. STDB adalah penting sebagai bukti atas kepatuhan hukum dan memudahkan mendapatkan pendanaan pemerintah, hingga
Untuk mencapai sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Manfaat lainnya, selama proses saling belajar atau berbagi pengalaman tentang menanam dan merawat kebun sawit dan kebuk kakao tersebut, diharapkan juga akan terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik antara petani, pemerintah, dan para pihak lain yang terlibat seperti perusahaan dan para pendamping dari lembaga swadaya masyarakat.
“Kami juga akan menyampaikan betapa pentingnya menjaga lingkungan, termasuk dan terutama memelihara hutan alam dan margasatwa yang hidup di dalamnya. Juga menjaga tanah, menjaga sumber air agar tetap lestari dan tetap bisa mendukung kehidupan,” kata Ripto.
Di sisi lain, Kutai Timur memang juga terkenal di dunia sebagai kawasan tempat habitat satwa orangutan (Pongo pygmaeus morio), baik orangutan yang sedari awal hidup di habitat aslinya ataupun dari pelepasliaran setelah tinggal atau dirawat di pusat rehabilitasi.
Di Kutai Timur juga ada komunitas Wehea yang konsisten memelihara hutan dan alam sebagai adat turun-temurun di Hutan Nehas Liah Bing.
Sementara itu dengan dukungan Apical, Earthworm Foundation akan mendorong perencanaan penggunaan lahan secara bersama-sama (partisipatif) oleh masyarakat, pemerintah, dan pihak lain yang turut berkepentingan.
“Participatory Land Use Planning (PLUP) atau (Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif) direncanakan secara bersama-sama dan melibatkan semua yang berkepentingan, diharapkan peruntukan dan penggunaan lahannya akan adil secara sosial, juga layak secara ekonomi, dan berkelanjutan secara ekonomi,” kata Ketua Program Lapangan Earthworm Foundation Dean Affandi.
Dari PLUP untuk ketiga desa itu, Earthworm melihat akan terlindungi 10.000 hektar lahan kebutuhan untuk menanam tidak kurang dari 90.000 pohon sebagai bentuk konservasi dan restorasi, menjaga dan memulihkan hutan.
“Kami yakin ini juga akan memberi manfaat yang luar biasa kepada masyarakat ketiga desa walaupun programnya DHB sudah selesai nanti,” kata Dean Affandi.