Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pengamat politik dari Universitas Mulawarman Samarinda, Prof Sarosa Hamongpranoto, SH MHum, mengatakan bahwa pemberian penghargaan "World Statesman Award" kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan citra positif bagi bangsa Indonesia.
"Terlepas dari berbagai polemik, tapi pemberian penghargaan itu dapat menjadikan citra positif bagi Bangsa Indonesia dan ini tentunya suatu kebanggaan bagi masyarakat sebab tentunya penghargaan itu bukan diberikan kepada pribadi SBY, tetapi sebagai Presiden Republik Indonesia," katanya kepada Antara di Samarinda, Selasa.
Secara teknis, kata guru besar Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman itu, dia tidak mengetahui alasan dan pertimbangan pihak "Appeal of Conscience Foundation" (ACF), sebuah yayasan antaragama yang berkedudukan di Amerika Serikat, itu memberikan penghargaan.
"Saya tidak tahu atas dasar apa sehingga ACF memberikan penghargaan itu ke SBY. Namun yang perlu dilihat, apakah yayasan tersebut punya kredibilitas di dunia internasional dan tidak berindikasi adanya tendensi atas pemberian penghargaan itu. Jika memang berdasarkan realitas dan objektifitas, maka penghargaan itu menjadi suatu kehormatan, bukan hanya bagi SBY tapi masyarakat Indonesia secara umum," katanya.
Selama ini protes sebagian masyarakat dan pengamat, menurut dia, karena realitas di lapangan yang dinilai ada beberapa kasus terkait kerukunan antarumat beragama yang tidak terselesaikan.
"Tetapi mungkin, pihak yayasan itu melihat secara luas terkait penyelesaian kasus-kasus tersebut seperti pertumbuhan berbagai tempat ibadah sehingga kemungkinan menilai Indonesia selama kepemimpinan SBY dapat menjaga toleransi secara utuh," ungkap Sarosa Hamongpranoto.
Pemberian penghargaan itu lanjut Sarosa Hamongpranoto berdasarkan prestasi dan itu bisa dilihat dari indikator kondisi di negara yang kepala negaranya diberi penghargaan serupa, ada tidaknya gejolak antaragama di negara itu.
Namun, apapun polemik terkait pemberian penghargaan itu, kata dia, menjadi koreksi bagi Presiden SBY untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di dalam negeri.
"Ini tentunya menjadi koreksi. Jika memang masih ada permasalahan, tentunya penghargaan itu menjadi cambuk untuk segera memperbaikinya dan jika secara objektif dinilai tidak ada permasalahan harus terus dipertahankan atau lebih ditingkatkan," katanya.
Sementara Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, La Sina juga mengakui, pemberian penghargaan kepada SBY itu bukan secara pribadi tetapi untuk masyarakat Indonesia.
"Seharusnya kita harus berbangga sebab presiden kita mendapatkan penghargaan internasional dan penghargaan itu tentunya bukan secara pribadi tetapi sebagai kepala negara," kata La Sina.
Penghargaan yang diberikan ACF tersebut menurut La Sina melalui proses seleksi yang ketat dan tidak semua kepala negara yang mendapatkan.
"Kalau saya melihatnya, toleransi yang dibangun SBY selama ini justru berhasil dan kalaupun ada riak-riak masih dalam kategori wajar sepanjang tidak berimplikasi luas. Jadi, mestinya penghargaan itu dilihat secara positif sebab tidak semua kepala negara yang bisa mendapatkan penghargaan seperti itu," ungkap La Sina. (*)