Jakarta (ANTARA) -
Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyebutkan, pertimbangan terhadap pencalonan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo lebih pada kebutuhan untuk melanjutkan konsolidasi di jajaran TNI.
Lebih dari itu, lanjut dia, pertimbangan Presiden menunjuk Andika karena dipandang memiliki kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun luar negeri.
"Menurut saya, itulah alasan pokok presiden mengajukan Andika Perkasa," kata Karyono, di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, terkait dengan wacana bahwa Andika Perkasa berpeluang maju di Pilpres 2024 setelah menjabat panglima itu persoalan lain yang bukan merupakan bagian dari skenario penunjukkannya sebagai calon tunggal panglima TNI.
"Bahwa ada pihak yang berpendapat posisi Andika sebagai panglima bisa menjadi batu loncatan untuk melaju pada kontestasi Pilpres 2024 menurut saya itu bagian dari kebebasan berpendapat. Saya menilai, itu merupakan pendapat spekulatif," kata Direktur Eksekutif IPI ini.
Tapi, kata dia, kalaupun Andika memiliki hasrat untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, itu merupakan haknya sebagai warga negara.
"Namun, tentu setelah dia pensiun dari jabatan panglima TNI pada Desember 2022 nanti," ujarnya.
Seberapa besar peluang Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) ini di pilpres, kata Karyono, tentu tergantung sejauh mana publik merespon sosoknya. Tapi sejauh ini, elektabilitas Andika sebagai capres masih sangat rendah.
Disebutkannya, berdasarkan survei SMRC September 2021, elektabilitas Andika baru 1 persen, masih jauh di bawah tokoh-tokoh dari kalangan militer lainnya
Bahkan, kandidat dari kalangan militer yang paling tinggi elektabilitasnya masih belum bergeser dari Prabowo Subianto yang mendapatkan dukungan 20,7 persen, menyusul Agus Harimurti Yudhoyono 4,5 persen dan Gatot Nurmantyo 1,7 persen.
Menurut Karyono, modal elektabilitas 1 persen masih belum cukup untuk merayu partai politik agar mau mendukung Andika.
Oleh karena itu, untuk melaju sebagai kandidat presiden, Andika masih harus mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.
Karyono menjelaskan, posisi panglima TNI bukan jaminan bisa mendongkrak elektabilitas, terlebih masa jabatannya hanya satu tahun
Berkaca dari dua mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Moeldoko, elektabilitasnya juga masih sangat rendah, belum beranjak dari 3 persen.
Dulu, elektabilitas mantan panglima TNI Wiranto juga tidak signifikan dibanding figur sipil.
"Justru elektabilitas tokoh berlatar belakang militer yang tinggi elektabilitasnya bukan dari jabatan panglima, seperti Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto. Dalam sejarah pemilihan langsung, baru SBY yang terpilih menjadi presiden," paparnya.
Realitas tersebut mengkonfirmasi bahwa elektabilitas lebih berhubungan erat dengan faktor personalitas; karakter, rekam jejak, success story, popularitas dan kapabilitas.
Sedangkan jabatan sekadar merupakan instrumen penunjang yang bisa digunakan untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas sejauh dilakukan dengan tepat.
Meski demikian, tambah Karyono, Andika masih memiliki peluang untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya meskipun sangat sulit jika targetnya capres.
"Kecuali, jika di posisi cawapres, menurut saya lebih realistis dan masih memungkinkan daripada maju sebagai capres. Jika targetnya capres, hampir pasti Andika akan kepontal-pontal mengejar kandidat lain," kata Karyono Wibowo.