Sampit (ANTARA) - Kenaikan tarif air PDAM Tirta Mentaya Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah terus dikeluhkan masyarakat pelanggan karena dinilai semakin menambah beban masyarakat di tengah lesunya ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang masih terjadi.
"Kita semua tahu saat ini ekonomi masyarakat sedang sulit akibat imbas pandemi COVID-19 yang masih terjadi saat ini, tapi tarif air PDAM naik tinggi. Ini tentu sangat membebani. Momennya tidak pas," kata Jhon Krisli, warga Sampit, Jumat.
Pria yang pernah menjabat Ketua DPRD Kotawaringin Timur ini merasakan sendiri beban akibat tarif PDAM. Biaya air di kos-kosan miliknya yang biasanya hanya Rp800.000 hingga Rp1,2 juta per bulan, kini naik menjadi lebih dari Rp3 juta.
Kenaikan tarif yang oleh manajemen disebut penyesuaian tarif itu membuat masyarakat ekonomi menengah ke bawah juga merasakan. Bahkan dunia usaha pun semakin terbebani padahal saat ini ekonomi belum pulih.
Kekecewaan warga juga ditujukan kepada DPRD Kotawaringin Timur. Para wakil rakyat dinilai tidak mampu mewujudkan harapan masyarakat terkait permalasahan kenaikan tarif air minum PDAM tersebut.
Menurut Jhon, masyarakat sangat berharap DPRD tegas dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Namun saat rapat dengar pendapat dengan manajemen PDAM Tirta Mentaya pada Selasa (19/10) lalu, rapat hanya menyarankan agar kenaikan tarif itu dievaluasi.
"Padahal masyarakat berharap DPRD tegas meminta pemerintah menunda atau membatalkan kenaikan tarif itu. Tapi nyatanya lebih pada menyoroti kebijakan itu kurang disosialisasikan. DPRD diharapkan lebih peka. Hati nurani DPRD dan pemerintah dibutuhkan saat ini. Air merupakan kebutuhan dasar," tegas Jhon Krisli.
Menurutnya, penjelasan manajemen PDAM bahwa kondisi sudah mendesak akibat kekurangan dana bahkan perusahaan terancam bangkrut jika tarif tidak dinaikkan, itu merupakan alasan klasik.
Manajemen PDAM dan pemerintah daerah harus ingat bahwa perusahaan ini juga mengemban misi sosial yaitu melayani salah satu kebutuhan dasar masyarakat, yaitu air bersih. Terlebih di tengah situasi yang serba sulit akibat pandemi COVID-19, seharusnya justru tarif air PDAM diturunkan, atau minimal tidak ada kenaikan tarif.
"Alasan mau kolaps itu klasik. Dulu juga PDAM pernah ingin menaikkan tarif, tapi kami selalu menolak. Tapi yang terjadi saat ini, masyarakat kecewa karena DPRD tidak tegas menolak kenaikan itu," ujar Jhon Krisli.
Jhon Krisli berpendapat, seharusnya DPRD bersikap tegas memperjuangkan aspirasi masyarakat dengan menolak Peraturan Bupati Nomor 19 tahun 2021 tentang Penyesuaian Tarif PDAM Tirta Mentaya Sampit. DPRD bisa mencarikan opsi lain agar PDAM tetap beroperasi dengan baik tanpa harus memaksakan menaikkan tarif saat ini.
Jhon Krisli mengaku merasa mempunyai tanggung jawab untuk menyuarakan hal ini karena banyak dikeluhkan masyarakat. Dia juga khawatir kenaikan tarif air PDAM ini juga berimbas pada sektor lainnya.
Kekecewaan terhadap ketidaktegasan DPRD Kotawaringin Timur juga diungkapkan Muhammad Shaleh. Mantan Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur itu pun menilai persoalan rencana kenaikan tarif PDAM itu memang sudah bergulir sejak dia ada di Komisi IV periode 2014-2019 silam, namun selalu mereka tolak karena kondisi ekonomi dan alasan kenaikan yang masih belum mendesak.
“Yang jelas dengan kondisi sekarang seakan DPRD mendukung kebijakan menaikan tarif, sementara itu mereka lupa bahwa mereka adalah penyeimbang pemerintahan yang tidak harus selalu mendukung kebijakan. Apalagi soal kenaikan tarif ini harus ditentang karena membebani masyarakat,” demikian Shaleh.
Sementara itu Direktur PDAM Tirta Mentaya Firdaus Herman Ranggan saat rapat dengar pendapat di DPRD menjelaskan, pihaknya terpaksa melakukan penyesuaian tarif karena kondisi yang dinilai sudah mendesak. Saat ini beban usaha sudah sangat tinggi sehingga perlu penyesuaian tarif agar perusahaan ini bisa tetap beroperasi melayani masyarakat.
"Bahkan BPKP sudah dua kali menyarankan melakukan penyesuaian tarif ini supaya perusahaan ini bisa tetap sehat. Selama ini tarif kita jauh lebih rendah dibanding PDAM daerah lain seperti Kapuas dan Palangka Raya. Baru kali ini dilakukan penyesuaian tarif," jelas Firdaus.
Dia menambahkan, beban usaha PDAM terus meningkat akibat membengkaknya biaya operasional seiring naiknya tarif listrik, bahan kimia dan lainnya. Kondisi ini membuat PDAM sudah tidak mampu lagi mempertahankan tarif yang ada sehingga terpaksa melakukan penyesuaian tarif.