Balikpapan (ANTARA) - Kelompok Nelayan Semangat Baru, Kariangau, Balikpapan Barat, Kalimantan Timur, mengenalkan cara tersendiri dalam menanam mangrove. Sebanyak 1.000 bibit bakau (Rhyzopora mucronata) dan api-api putih (Avicennia marina) yang ditanam di pantai lumpur berpasir diberi pagar dari jaring nilon mengelilingi luas persegi panjang kawasan tanam.
“Gunanya pagar jaring ini untuk mencegah sampah masuk kawasan tanam,” kata Sekretaris Kelompok Nelayan Semangat Baru Zainal, Ahad (8/11).
Berada di pantai Teluk Balikpapan yang ramai dan tidak jauh dari pemukiman padat di Kampung Baru, membuat kawasan muara Sungai Somber di mana Kelompok Nelayan Semangat Baru menanam mangrove, rutin menerima kiriman sampah dari laut.
Air pasang yang bisa mencapai ketinggian hingga 150 cm dari permukaan tanah membawa bermacam sampah plastik berupa botol, kantong kresek, hingga kain bekas. Sampah-sampah itu bisa datang dan masuk ke sela-sela bibit mangrove yang baru ditanam bila tak ada pagar, mengikuti dorongan ombak dan gelombang yang membawanya.
“Dulu kami hanya bersihkan, kami pungut setiap beberapa hari. Tapi rupanya sampah itu merusak bibit, merusak bagian akar dan daun sehingga kemudian menyebabkan tanaman mati,” kata Candrasyah dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB).
Dengan kerangka tanggung jawab sosial perusahaan, Pertamina bekerjasama dengan LPPM IPB untuk mendampingi masyarakat menanam mangrove di Kariangau, Margomulyo, dan Margasari di Balikpapan dan kelurahan Penajam, Kampung Baru dan Nipah-nipah di Penajam, di sisi selatan Teluk Balikpapan.
Candrasyah menjelaskan sampah dari bekas baju kaus misalnya, atau plastik kresek, bisa menutup akar napas tumbuhan yang masih kecil itu. Sepotong kayu yang diayun-ayunkan ombak bahkan bisa membuat bibit yang baru sepekan ditanam laksana pohon di darat yang kena hantam buldozer.
Menahan sampah
Bibit itu bisa kehilangan seluruh daun, bahkan bisa patah dan tercabut dari tanah lumpur tempat tumbuhnya.
Karena itu, dalam kawasan tanam di Kariangau, di 3 lahan masing-masing seluas 50X100 meter, dipasang jaring mata 1 kali 1 cm setinggi 3 meter mengelilingi kawasan. Jaring-jaring itu tampak seperti pagar kawat yang mengelilingi Kilang RU V Pertamina bila di darat.
“Jaring efektif sekali menahan sampah,” kata Zainal. Bila air surut, sampah-sampah yang terbawa air pasang itu terkumpul di sekeliling jaring dan segera dikumpulkan untuk dibuang di TPA di darat. Tanaman mangrove yang ada di bagian dalam pagar pun aman sentosa.
Untuk menguatkan tegakan bibit, setelah ditanam di sebelahnya diberi turus kayu. Bibit itu kemudian diikat di turus itu agar kokoh berpijak di lumpur.
Setelah dipastikan aman dari sampah, bibit bakau dan api-api itu kemudian dipantau terus menerus selama 9 bulan. Menurut Zainal, timnya diberi tugas oleh Candrasyah untuk menghitung jumlah daun, tinggi tanaman, diameter batang, dan kesegaran atau vigourousness dari tanaman.
Diketahui, sebatang bibit Rhizopora mucronata yang saat ditanam berdaun 2-4 helai, setelah 9 bulan sudah memiliki sekurangnya 40 helai daun. Diameter batang yang semula lebih kurang sebesar jari telunjuk berkembang menjadi dua kali lipat dengan pertumbuhan akar yang semakin kokoh.
“Kita harap begitu pula dengan mangrove di Kariangau ini,” kata General Manager Pertamina Refinery Unit (RU) V Eko Sunarno yang mengunjungi kawasan penanaman mangrove Kelompok Nelayan Semangat Baru, Sabtu (7/11).
Pencemaran minyak
Di sisi lain, penanaman mangrove di muara Sungai Somber ini juga jadi percobaan dalam skala yang lebih luas dari penanganan lahan yang sebelumnya pernah tercemar limbah minyak mentah.
“Kawasan ini kan dulu yang juga terkena pencemaran minyak dari kejadian pipa bocor dulu,” kata Solle, Ketua Kelompok Nelayan Semangat Baru.
Pipa penyalur minyak mentah dari Lawe-lawe, Penajam Paser Utara, yang melintasi Teluk Balikpapan patah terkait jangkar kapal Ever Judger pada 2018 silam. Minyak pun menggenangi sebagian Teluk Balikpapan dan kemudian terbawa gelombang ke seluruh garis pantai baik di sisi utara maupun di sisi selatan, termasuk ke muara Sungai Somber, bahkan hingga masuk jauh ke arah hulu.
Menurut Candrasyah, pihaknya sudah mencoba menanam mangrove di tanah yang tercemar minyak di rumah kaca di kawasan mangrove Margomulyo. Tingkat intensitas pencemaran dibuat berbeda-beda, yaitu dalam skala 250 ml (mililiter) minyak ke dalam satu polybag lumpur dan pasir sebagai media tanam mangrove, 500 ml, 1.000, sampai 2.000 ml.
“Kami melihat adaptasi yang luar biasa dari Rhizopora mucronata dan Avicennia marina. Mereka tetap dapat hidup walaupun di 2.000 ml,” kata Candrasyah.
Lebih jauh, bakau dan api-api yang ditanam ini diharapkan kelak akarnya bisa mengikat pasir dan lumpur untuk melawan abrasi atau kikisan gelombang atas garis pantai. Bila pohon-pohon sudah besar juga diharapkan dapat menjadi tambahan luas habitat alami bagi tanaman mangrove jenis lain dan sejumlah satwa seperti burung dan ikan.
“Terutama bagi bekantan (Nasalis larvatus), yang merupakan satwa endemik Kalimantan,” lanjut Eko. Bahkan, pada tahapan berikutnya, kelestarian alam dan satwa akan menjadi modal bagi pariwisata yang tiada habisnya selama dipelihara maksimal.
GM Eko Sunarno berkunjung ke Jermbatan Ulin Kariangau bersama rombongan dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda dan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang diperingati setiap tanggal 5 November.
Sebanyak 1.000 bibit yang ditanam Kelompok Nelayan Semangat Baru adalah bagian dari 3.500 bibit yang ditanam di Balikpapan dan Penajam Paser Utara yang disponsori Pertamina.
“Jadi penanaman mangrove ini tidak hanya sebagai upaya melestarikan lingkungan, tapi juga upaya untuk menciptakan potensi wisata,” kata GM Eko.