Samarinda, (ANTARA News Kaltim) - Kegiatan ekonomi masyarakat di perbatasan negara terutama di Provinsi Kalimantan Timur hingga kini masih berkiblat ke negara tetangga Malaysia karena infrastruktur di negara itu lebih baik.
"Kehidupan masyarakat di perbatasan yang miskin infrastruktur dan tidak memiliki aksesibilitas yang baik inilah, kemudian perkembangannya menjadi lambat," ujar Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Bandiklat) Kaltim Syafruddin Pernyata di Samarinda, Jumat.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka dalam jangka panjang akan berpotensi pada berbagai kerawanan sosial, termasuk mengundang kerawanan bidang politik.
Dilatarbelakangi hal tersebut, lanjutnya, maka perlu adanya keinginan kuat dari pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan daerah perbatasan.
Keinginan tersebut sudah selayaknya direspon positif dalam bentuk kerja yang terencana dan terpadu dari segenap tingkatan pemerintahan, yakni sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing, agar pembangunan daerah perbatasan dapat dikelola optimal.
Badan Diklat sebagai salah satu instrumen pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, katanya, diarahkan kepada upaya peningkatan kinerja organisasi dan diselenggarakan berdasarkan kebutuhan daerah serta disusun secara komprehensif dan holistik.
Terkait dengan itu pula, maka Bandiklat Kaltim terus berupaya meningkatkan sumberdaya manusia bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui berbagai hal, di antaranya dengan Diklat mengenai pengembangan kawasan perbatasan.
Materi pokok Diklat Perbatasan adalah mengenai kebijakan Pemerintah Pusat tentang perbatasan, percepatan pertumbuhan ekonomi daerah, peran budaya lokal dalam menguatkan karakter bangsa, permasalahan dan potensi daerah serta rencana tata ruang pertahanan kawasan perbatasan Dalam rangka mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan, pada 2010 pemerintah telah membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
Badan ini bertugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan dan melaksanakan evaluasi, serta pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.
Sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan pengembangan kawasan perbatasan secara hukum berada di bawah tanggung jawab pemerintah kabupaten.
Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan (border gate), yakni meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina, keamanan dan pertahanan.
Dengan demikian, pemerintah daerah dapat mengembangkan kawasan perbatasan selain di pintu masuk tersebut, tanpa menunggu pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah belum melaksanakan kewenangan tersebut, hal ini disebabkan beberapa faktor. Seperti belum tersosialisasikannya peraturan dan perundang-undangan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan, termasuk terbatasnya anggaran pembangunan pemerintah daerah.
Faktor lainnya adalah belum memadainya kapasitas dalam pengelolaan kawasan perbatasan, mengingat penangannya bersifat lintas administrasi wilayah pemerintahan dan lintas sektoral, sehingga masih memerlukan koordinasi dari institusi yang secara hirarkis lebih tinggi.(*)
Ekonomi Perbatasan Masih Berkiblat Ke Malaysia
Jumat, 15 Juni 2012 20:59 WIB