Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Pemprov Kaltim mengusulkan untuk menaikkan nilai transaksi tanpa bea masuk antardua negara yakni Kaltim (Indonesia) dan Sabah (Malaysia) senilai Rp11,7 juta atau dari Rp1,8 juta per kapal menjadi Rp13,5 juta per kapal.
"Dari dulu hingga sekarang transaksi ekonomi antara masyarakat di kawasan perbatasan melalui laut, terutama dari Tarakan, Nunukan, dan Malinau menuju Sabah dan sekitarnya masih berjalan dengan baik," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Kaltim, HM Djaelani di Samarinda, Selasa.
Djaelani yang didampingi Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Djoni Topan, melanjutkan nilai transaksi perdagangan tanpa bea masuk yang ditetapkan dua negara (Malaysia - Indonesia) masih terlalu kecil, untuk itu perlu dinaikkan agar warga yang berada perbatasan kedua negara sama-sama diuntungkan.
Selama ini, lanjut dia, nilai transaksi perdagangan oleh masyarakat di perbatasan baik yang dari Kaltim ke Sabah maupun sebaliknya sebesar 600 Ringgit Malaysia (RM600) atau setera dengan Rp1,8 juta per kapal.
Jika dalam satu kapal terdapat satu atau lebih pemilik yang akan menjual atau membeli berbagai komoditi senilai maksimal Rp1,8 juta, maka tidak akan dikenai bea masuk.
Namun jika komoditi yang diangkut dalam satu kapal melebihi dari nilai itu, maka akan dikenai bea masuk yang persentasinya diatur oleh masing-masing negara.
Pihaknya menganggap nilai itu terlalu kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan warga perbatasan yang begitu besar, sehingga Kaltim telah mengusulkan ke pemerintah pusat agar perdagangan tanpa bea masuk menjadi senilai 1.500 Dolar Amerika (USD) atau setara dengan Rp13,5 juta per kapal.
Usulan itu, lanjutnya, sudah lama dilakukan, namun saat ini yang sedang dibahas di Kementerian Perdagangan baru sebesar 500 USD, atau setera dengan Rp4,5 juta.
Selama ini, lanjut dia, antara Kaltim dan Sabah, Serawak, serta Tawau sudah terjalin hubungan ekonomi melalui kerjasama Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo), namun karena usulan kenaikan nilai tanpa bea masuk ini bukan sekedar lintas sektoral, tapi melibatkan dua negara, maka usulan itu diserahkan ke pemerintah pusat.
Menurutnya, berdasarkan hasil kesepakatan Sosek Malindo bidang ekonomi, maka kerjasama yang dilakukan antara lain, pihak Indonesia di kawasan perbatasan Kaltim boleh menjual berbagai hasil bumi (pertanian dalam arti luas) ke negara tetangga.
Hasil bumi itu antara lain beras, ketan, buah-buahan, berbagai jenis ikan, sapi, kerbau, sapi, telur, dan berbagai hasil peternakan lain.
Sedangkan komoditi yang boleh dijual Malaysia bagian Timur kepada masyarakat di perbatasan Kaltim adalah berbagai hasil industri, seperti minyak goreng, gula, makanan kaleng, dan aneka panganan dalam kemasan. (*)