Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Pemerintah Kota Balikpapan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta akan membuat pengolah sampah yang menghasilkan biogas guna dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
"Kami akan mulai 2012, sampah yang diolah sementara dari Pasar Pandansari, dan listrik yang dihasilkan masih terbatas untuk Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Margasari di pasar itu juga," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Balikpapan, Suryanto, Rabu.
Menurut Suryanto, awalnya adalah keluhan pengelola IPAL atas membengkaknya biaya listrik yang harus mereka bayar ke PLN atau biaya pembelian solar untuk menjalankan genset.
"Dengan anggaran terbatas, kami harus mencari solusi yang cerdas," kata Suryanto lagi. Jawaban kemudian datang dari UGM tersebut.
Seperti dipublikasikan laman muslimdaily.net, Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Universitas Boras, Swedia, membangun pembangkit energi dari pengolahan sampah buah dan sayur basah di Kabupaten Sleman.
Proyek itu bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Limbah yang digunakan berasal dari Pasar Gamping, Sleman. Biogas yang dihasilkan akan dimanfaatkan untuk energi listrik dan penerangan.
"Proyeksi kami, dalam 20 tahun ke depan, Jogja bisa menggantikan sebagian bsar kebutuhan listrik dan bahan bakar fosil dengan biogas," kata Siti Syamsiah, Peneliti Pemanfaatan Limbah dari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM di Sleman.
Unit pengolah sampah dibangun di atas tanah seluas 600 meter persegi dengan dana Rp1,7 miliar bantuan pemerintah Swedia. Menurut Syamsiah, para peneliti UGM sudah mengadopsi teknologi pengolahan sampah yang telah digunakan di semua kota di Swedia selama 30 tahun terakhir.
"Bila sudah berhasil di Sleman, baru kita akan kembangkan di kota-kota lain," katanya.
Namun demikian, dengan prospeknya yang memang sangat menjanjikan, yaitu teknologi yang relatif murah dengan bahan baku yang juga murah, sudah banyak daerah yang berminat menggunakan teknologi tersebut.
Selain Balikpapan, Pemkot Bandung, Jawa Barat, Pontianak, Kalimantan Barat, Makassar, Sulawesi Selatan, dan Jayapura, Papua, juga menginginkan teknologi tersebut dapat diterapkan di kotanya masing-masing.
Ahli dari Universitas Boras, Swedia, Mohammad Taherzadeh dari Universitas Boras Swedia menyebutkan, 10 ton sampah basah buah dan sayur bisa menghasilkan 700 meter kubik gas metana.
"Satu meter kubik gas metan ini setara dengan satu liter bensin," kata Taherzadeh.
Di Swedia, kata Taherzadeh, sekitar 44 persen sampah sayur dan buah sudah diolah menjadi biogas. Dari biogas tersebut dihasilkan energi listrik untuk penerangan dan penghangat ruangan serta bahan bakar bagi kendaraan bermotor.
Dengan energi biogas ini, penduduk di Kota Boras, Swedia, tidak lagi membutuhkan tambahan energi dari bahan bakar minyak (BBM) selama musim panas.
Selain lebih murah sekitar 30 persen dari bensin, bahan bakar biogas juga ramah lingkungan dan terbarukan.
"Tahun 2012 nanti, kami menargetkan menggratiskan semua kebutuhan energi," kata Olle Engstrom, Ketua Dewan Energi Kota Boras, seperti dikutip dari laman itu.(*)