Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Aktivis lingkungan menilai kesepakatan dalam "Governor`s Climate and Forest Task Force" di Balikpapan baru sekadar kesepakatan tanpa aksi yang memadai, karena faktanya pemerintah pusat dan daerah tidak satu suara dalam perlindungan lahan gambut.
"Malah ada gubernur anggota GCF yang mempertanyakan PP Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Ekosistem Gambut kepada Presiden Joko Widodo," kata Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace untuk Indonesia Kiki Taufik di Balikpapan, Kaltim, Rabu.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis berkirim surat kepada Presiden April 2017, menyebutkan bahwa PP Nomor 57 tahun 2016 itu, juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17 Tahun 2017, bila diterapkan di Kalimantan Barat akan berdampak pada kelangsungan investasi 43 perusahaan yang mempekerjakan sekitar 20.000 orang.
"Di sisi lain, adalah fakta juga tingkat kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Barat cukup tinggi," lanjut Kiki.
Pada Agustus 2017, lanjutnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan berdasarkan pantauan satelit Aqua, Terra, SNNP, pada catalog modis Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) terdeteksi 150 hotspot (titik api) di Kalimantan Barat.
Jumlah itu lebih dari separo titik panas yang terdeteksi di seluruh Indonesia yang sebanyak 282 titik.
Kondisi itu mengakibatkan lima kabupaten di Kalbar menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan, yaitu Kabupaten Kubu Raya, Ketapang, Sekadau, Melawi, dan Bengkayang.
Di Kabupaten Ketapang, jelas Kiki, di wilayah Sungai Putri ancaman nyata terhadap lahan gambut sedang dikerjakan PT Mohairson Pawan Khatulistiwa, perusahaan penebangan kayu.
Perusahaan secara legal mengancam habitat orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) dan ekosistem di kawasan bergambut sedalam 15 meter itu untuk menebang kayu-kayu balak dengan membuat kanal membelah hutan.
Oleh karena itu, tegas Kiki, Greenpeace Indonesia ingin pemerintah pusat dan daerah memegang teguh komitmen mengatasi penghilangan hutan (deforestasi) yang sudah disampaikan kepada masyarakat internasional dan mewujudkannya secara nyata di lapangan.
Apalagi sepanjang tahun 2016, Indonesia kehilangan lebih kurang 400.000 hektare tutupan hutan.
"Pemerintah mestinya bersikap tegas. Tidak boleh lagi ada negoisasi dari komitmen yang sudah disampaikan. Perlindungan atas lahan gambut harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah," tambahnya.
Hutan rawa gambut memiliki fungsi lingkungan sebagai penampung air, sehingga mampu menahan banjir di musim hujan dan sebaliknya, penyuplai air di musim kemarau. Gambut juga mencegah intrusi (rembesan) air laut ke darat, dan penyimpan karbon yang sangat besar.
Rawa gambut juga habitat ratusan jenis ikan, berbagai jenis burung, dan bila di Kalimantan juga tempat hidup mamalia besar seperti orangutan. (*)
Aktivis: Pemerintah Tak Kompak Lindungi Lahan Gambut
Rabu, 27 September 2017 12:05 WIB