Samarinda (ANTARA Kaltim) - Deklarasi Anti-Hoax yang diprakarasi Jurnalis Kaltim dan dihadiri Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak di Convention Hall Samarinda, Sabtu, diwarnai aksi demonstrasi dari aktivis Forum Satu Bumi yang menuntut pencabutan izin pertambangan batu bara.
"Gubernur sudah berkali-kali berjanji akan mencabut izin tambang batu bara di Samarinda, tapi sampai sekarang tidak terealisasi. Jangan sampai janji ini menjadi berita bohong alias hoax, karena tidak direalisasikan," ujar Rominsyah, koordinator Forum Satu Bumi.
Aksi yang digelar di pinggir jalan dekat pagar Convention Hall dan mendukung Gerakan Anti-Hoax tersebut dihadiri sekitar 20 aktivis dari berbagai elemen pecinta lingkungan.
Dalam aksi itu, mereka menuntut empat hal, yakni gubernur segera mencabut seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kota Samarinda yang jumlahnya mencapai 63 izin.
Tuntutan kedua adalah segera mencabut seluruh IUP non CnC (clear & clean), kemudian menuntut pencabutan 826 IUP bermasalah yang tersebar di Kaltim, dan meminta gubernur membuktikan serta mengumumkan seluruh IUP yang dicabut.
Ia menuturkan janji gubernur melakukan pencabutan IUP sering disampaikan dalam forum resmi, diawali pada 14 Februari 2017, kemudian pertemuan dengan petani Muara Jawa pada 16 Februari 2017, pertemuan Musrenbang RKPD pada 3 April 2017, dan "coffee morning" tanggal 10 April 2017.
"Namun semua janji itu sampai sekarang tidak terbukti, jangan sampai masyarakat beranggapan bahwa apa yang disampaikan oleh gubernur adalah hoax," katanya.
Sementara, Ahmad Saini, peserta demo yang berbicara melalui pengeras suara, menilai pemerintah lalai dalam mengurus warganya, terbukti 71 persen kawasan Kota Samarinda sekarang dikepung oleh 63 IUP yang membahayakan warganya.
"Samarinda hampir tidak memiliki hutan kota, karena hanya 0,9 persen alokasi hutan kota, kawasan resapan air lenyap, bahkan lahan-lahan pangan terus berkurang, sementara sumber-sumber air menghilang atau tercemar," katanya.
Sejak 2008 hingga 2017, lanjutnya, Pemkot Samarinda hanya mampu menanggung dua titik dari 37 titik utama yang menjadi pusat banjir di Samarinda, 35 titik lainnya dibiarkan tenggelam sehingga warga merugi setiap kali terjadi banjir yang tak terkendali.
Kerugian warga Samarinda yang disebabkan oleh banjir tidak pernah dihitung oleh pemerintah, seperti puluhan ribu warga yang rela rumah dan usahanya terendam, kendaraan warga baik roda dua maupun roda empat rusak, biaya meninggikan rumah agar tidak kebanjiran.
"Bukan hanya itu, ada 232 lubang tambang masih menganga yang menyebabkan 16 bocah meninggal dunia dari tahun 2011 hingga 2016, sehingga berbagai masalah ini harus dituntaskan," ujarnya. (*)