Tenggarong (ANTARA Kaltim) - Sekitar 3.000 jiwa warga Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, meminta secepatnya direlokasi karena desa mereka yang terkepung pertambangan batu bara sudah tidak layak huni.
Kepala Desa Mulawarman Mulyono saat menerima kunjungan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di desanya, Selasa, mengungkapkan permohonan relokasi itu sudah disampaikan kepada Pemkab dan DPRD Kutai Kartanegara, Pemprov Kaltim, bahkan hingga Presiden Joko Widodo.
"Sebenarnya permohonan relokasi sudah disampaikan sejak 2010, tetapi kemudian warga meminta saya mengajukan kembali setelah tidak ada tindak lanjut dari pemerintah," kata Mulyono, yang baru lima bulan menjabat kepala desa.
Gubernur Awang Faroek Ishak secara khusus mengunjungi desa yang terletak sekitar 30 kilometer dari Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara, untuk melihat langsung kondisi Desa Mulawarman dan berdialog dengan warga.
Desa Mulawarman merupakan salah satu desa di Kaltim yang dihuni warga trasmigran dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan mulai dibuka pada 1981 dengan luas keseluruhan 560 hektare.
Menurut Mulyono, desa yang dipimpinnya saat ini dihuni sebanyak 812 kepala keluarga dengan jumlah penduduk lebih kurang 3.000 jiwa. Jumlah itu tiga kali lipat lebih banyak dibanding saat pertama kali desa dibuka dengan jumlah 263 kepala keluarga.
"Luas keseluruhan wilayah Desa Mulawarman kini tersisa sekitar 85 hektare, karena sebagian besar lahan sudah dijual warga ke perusahaan tambang batu bara. Dulu sekitar 1990-an desa ini salah satu lumbung padi di Kutai Kartanegara, tetapi secara perlahan lahan persawahan tidak produktif karena tidak ada pengairan," tambah Mulyono.
Saat ini, setidaknya terdapat dua perusahaan besar tambang batu bara yang sejak 2003 beroperasi di sekitar Desa Mulawarman, yakni PT Kayan Putra Utama Coal dan PT Jembayan Muara Bara.
Nurhadi, salah satu warga Desa Mulawarman, menambahkan sebagian besar warga terpaksa menjual sawah yang selama ini menjadi penghidupan mereka, karena lahannya sudah tidak produktif lagi untuk ditanami.
"Penggalian tambang batu bara dimulai dari hulu sehingga mematikan jalur sumber mata air. Saat kemarau sawah kami tidak dapat air, saat hujan malah limbah bekas tambang yang datang.
Sekarang jarak permukiman dengan lokasi pertambangan hanya sekitar 60 meter. Kondisi lingkungan sudah tidak sehat karena terkepung tambang, banyak anak-anak balita yang terserang ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan peledakan tambang batu bara yang merusak rumah serta bangunan. Kami mohon pemerintah bisa memfasilitasi permohonan relokasi warga," tambah Supeno, warga transmigran asal Banyumas, Jawa Tengah, yang bermukim di Desa Mulawarman sejak 1982.
Pada kesempatan itu, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengatakan permohonan warga desa untuk direlokasi menjadi bahan pertimbangan dan segera dibahas oleh tim terpadu bentukan Pemprov Kaltim.
"Yang pasti, saya sangat terharu melihat kondisi ini, tetapi saya juga tidak bisa memutuskan hari ini soal relokasi itu. Kami akan bahas secepatnya," ujarnya.
Sebagai wilayah transmigrasi yang ditetapkan pemerintah pusat, lanjut Gubernur, kesejahteraan warga yang bermukim di Desa Mulawarman seharusnya lebih meningkat, bukannya semakin miskin.
"Presiden melalui Kementerian ESDM telah memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk menata perizinan tambang di daerah, itu yang sekarang sedang kami lakukan. Jadi, sekarang sedang dilakukan evaluasi, mana-mana saja IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang bermasalah dan harus dicabut," jelas Awang Faroek yang mengakhiri kunjungannya dengan meninjau lokasi pertambangan batu bara. (*)