Samarinda, (ANTARA Kaltim) - Pegiat Lingkungan SungaiKarang Mumus Samarinda, Kalimantan Timur, mengajak warga berikut pemerintahbertaubat agar ke depan kota ini tidak dilanda banjir seperti sekarang yangmasih merendam rumah milik sekitar 4.000 KK.
"Banyakhal yang mempengaruhi mengapa Samarinda banjir, seperti banyak rawa yang diurukdan gunung dipangkas baik untuk tambang maupun perumahan," ujar Tim AhliGerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Yustinus SaptoHardjanto di Samarinda, Sabtu.
Taubat yangdimaksud antara lain masyarakat jangan lagi membuang limbah dan sampah ke paritatau sungai, sedangkan pemerintah harus tegas menerapkan aturan terkaitpengelolaan sampah, termasuk tegas terhadap tambang yang jelas-jelas merusaklingkungan baik di kawasan kota maupun yang banyak di hulu Karang Mumus.
Hal itudikatakannya ketika menjadi pemateri dalam Sekolah Sungai Karang Mumus di PoskoGMSS- SKM di Jalan Abdul Muthalib. Warga belajar dalam sekolah ini adalahbelasan mahasiswa perikanan Universitas Mulawarman Samarinda.
Kawasan Kalimantanumumnya banyak memiliki sungai, termasuk Samarinda, sehingga setiap sungaipasti memiliki daerah aliran sungai (DAS) yang di dalamnya ada rawa.
Namun ketikarawa yang merupakan daerah resapan air diuruk untuk dijadikan permukaan, makaketika terjadi hujan kemudian airnya meluap yang membanjiri kawasan miliksungai itu sendiri, lantas merambat ke kawasan lain yang catatannya rendah.
Seharusnyakonsep yang benar membangun rumah di kawasan rawa adalah bentuk rumah panggung,karena rumah medel begini yang merupakan rumah khas Kalimantan, yakni rumahramah lingkungan karena di kolongnya masih berfungsi sebagai resapan air.
Sedangkanpembangunan perumahan yang memangkas gunung seperti yang banyak di Samarinda,ini juga merupakan penyumbang banjir terbesar, karena gunung yang banyaktumbuhan dan aneka pepohonan yang fungsi utamanya menahan air agar tidaklangsung melimpah ke bawah, namun semuanya habis jadi bangunan.
"Perhatikan saja seperti Perumahan Alaya, Villa Tamara dan lainnyayang dulunya merupakan hutan kota, namun kini telah ditutup dengan atap, semen,dan aspal, sehingga air hujan langsung tumpah ke bawah dan membanjiripermukiman di bawahnya, bahkan hingga jalan raya, sementara mereka yangmenyumbang banjir tetap nyenyak tidur," ujar Yustinus.