Samarinda (ANTARA Kaltim) - LSM Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda, Kalimantan Timur, sedang menyiapkan Sekolah Sungai guna memberikan penyadaran bagi publik tentang pentingnya sebuah sungai bagi kehidupan manusia dan ekosistem.
"Sasaran dari Sekolah Sungai Karang Mumus (Sesukamu) adalah pelajar, mahasiswa, komunitas, masyarakat, dan pemangku kebijakan agar semuanya benar-benar memahami peran dan fungsi sungai," tutur Koordinator Umum GMSS-SKM Yustinus Sapto Hardjanto di Samarinda, Senin.
Yustinus yang juga Konseptor Sesukamu ini melanjutkan, konsep Sesukamu diawali dari keinginan Misman, Ketua GMSS-SKM yang hendak memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang berbagai hal berkaitan dengan sungai, sehingga ke depan sungai bisa kembali pada fungsi awal secara alamiah.
Bahkan Misman pun sudah beberapa kali melakukan pendidikan mengenai peran dan arti penting sebuah sungai yang merupakan sumber air bagi kehidupan manusia dan makhluk lain.
Pendidikan tersebut telah disampaikan ke sekolah-sekolah dan sejumlah perguruan tinggi, meski belum ada kurikulum khusus yang menjelaskan secara riil fungsi sungai dan bagaimana cara merawatnya.
Menurut Yustinus, SKM yang berhulu di Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian besar alirannya berada di Samarinda, dalam 30 tahun terakhir mengalami penurunan kualitas, fungsi, dan manfaat.
Hal ini terjadi karena beberapa sebab di antaranya akibat perilaku warga yang membuang sampah, aktivitas tambang batu bara yang menghasilkan limbah, rumah industri yang turut mencemari, dan akibat kebijakan yang tidak konsisten dalam menjaga keberlangsungan fungsi sungai.
"Seharusnya SKM mendapat perhatian lebih dan dikelola secara bijak karena SKM merupakan aset besar. Sungai ini merupakan sumber ekonomi dengan potensi besar karena selain bisa menjadi destinasi wisata juga berpotensi penghasil aneka jenis ikan. Tapi kalau dibiarkan terus tercemar, sampai kapan pun tetap menjadi aset mati," katanya.
Ia melanjutkan, penurunan kualitas SKM hingga saat ini terjadi di semua aspek seperti akibat okupasi badan sungai untuk permukiman dan tempat usaha tak ramah, pembuangan sampah dan limbah, pembukaan lahan di kanan/kiri sungai, hilangnya kawasan penyangga, dan perilaku destruktif lain baik di badan sungai maupun di luar sungai.
Dalam pelaksanaan pendidikan Sesukamu, katanya, ada dua model yang ditetapkan, yakni model Aksidental dan model Paket.
Dalam Model Aksidental, pendidikan dilakukan sekali pertemuan dalam bentuk ceramah, dialog, penyuluhan, dan diskusi. Dalam model ini, peserta hanya mendapat pemahaman satu tema problematika SKM.
"Untuk Model Paket, peserta akan mengikuti pendidikan dalam waktu tertentu dengan materi teori dan praktik di dalam dan luar kelas. Jadi, peserta selain mendapat pengetahuan juga akan terampil menangani berbagai hal yang berkaitan dengan sungai," ujar Yustinus. (*)