Samarinda (ANTARA News-Kaltim) - Seorang ilmuwan dari Departemen Zoologi, Universitas South Bohemia Republik Chechnya, Stanislav Lhota berhasil mengambil foto langka yang kembali membuktikan bahwa Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) tidak hanya hidup di Sungai Mahakam, Sungai Mekong dan Sungai Irawady namun juga di Teluk Balikpapan belum lama ini.
"Populasi Pesut di Teluk Balikpapan sekitar 60-140 ekor. Muara Tempadung merupakan habitat yang sangat penting bagi pesut, sebagai daerah pencarian ikan dan migrasi," kata Stanislav Lhota di Balikpapan, Senin.
Ia menjelaskan bahwa proses pengeboran pipa fondasi jetty tidak hanya mengganggu pesut, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada telinga pesut.
Pesut mencari dan menangkap ikan dengan cara echolocation (sonar) dan jika telinga mereka rusak, mereka tidak dapat menemukan makanan.
"Oleh karena itu, pada fase konstruksi dermaga harus wajib untuk menggunakan ‚bubble jaket’ atau ‚bubble curtain’ (tirai gelembung) dan program monitoring pesut selama konstruksi pelabuhan. Tirai gelembung berfungsi sebagai saringan suara dan secara signifikan mengurangi gangguan pesut serta ikan," imbuh dia.
Selain itu, monitoring pesut di lokasi pemasangan dan pipa harus memastikan bahwa operasi pancang berhenti kapan saja ketika pesut muncul dalam radius 500 m. Perhatian juga diperlukan supaya tidak mengganggu Pesut selama waktu operasi perusahaan.
Ia menilai bahwa seharusnya Kapal harus tidak diizinkan untuk masuk atau meninggalkan dermaga selama waktu Pesut terantisipasi melewati Pulau Balang dan mencari ikan di Muara Tempadung.
Foto ini mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa Pesut Mahakam terdapat juga di Pesisir Balikpapan.
Penemuan itu jelas cukup mengejutkan karena selama ini diketahui bahwa satwa ini hidup pada ekosistem air tawar (sungai) bukan air payau/laut (Yayasan Konservasi RASI, 2005).
Para peneliti yakin bahwa yang mereka temukan bukan lumba-lumba namun Pesut Mahakam. Cirinya, Pesut Mahakam bermoncong (berhidung) pendek, sedangkan lumba-lumba berbentuk botol atau panjang.
Pesut Mahakam kini dianggap sebagai satwa yang paling terancam punah. IUCN (2002) telah memberikan status "Critically Endangared" (kritis terancam punah) pada jenis ini, sementara CITES telah menempatkannya pada "Appendix 1" yang berarti jenis ini tidak diperkenankan untuk diperdagangkan.
Kenyataannya, Pesut Mahakam tetap dibisniskan, yakni terus diburu di Sungai Mahakam untuk memenuhi permintaan Pengelola Taman Hiburan Ancol, sehingga lebih gampang melihat Pesut Mahakam di Jakarta ketimbang di habitat aslinya baik di Sungai Mahakam, Sungai Malinau maupun Pesisir Balikpapan.
Bahkan, ironisme mencolok terjadi di depan mata, sebagian daerah di Kaltim (Pemprov Kaltim, Pemkot Samarinda dan Pemkab Kutai Kartanegara) seperti berlomba-lomba membangun tugu atau patung -pesut dengan dana ratusan juta sampai miliaran rupiah namun program nyata untuk melestarikan satwa ini, membuktikan hal itu, dalam beberapa tahun anggaran tidak ada alokasi dana untuk program penyelamatan Pesut Mahakam.
Pandangan keliru lain tentang Pesut Berdasarkan kajian para ahli membuktikan bahwa ada anggapan keliru yang menyatakan tiga danau besar di kawasan pedalaman Kaltim sebagai habiat Pesut Mahakam.
Hal itu dengan alasan bahwa tiga danau besar di Kaltim itu, yakni Danau Malintang (11.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau Jempang (15.000 Ha) terlalu dangkal bagi kehidupan Pesut Mahakam.
Bahkan, saat kemarau akan menjadi delta-delta sehingga sebenarnya lebih tepat disebut sebagai rawa-rawa. Sementara itu, Pesut Mahakam yang dewasa bisa mencapai berat satu sampai 1,5 kuintal hanya bisa hidup pada kawasan yang memiliki kedalaman air antara 9-12 meter. Prilakunya yang rakus dalam mengkonsumsi makanan, udang dan ikan tidak mungkin tersedia di rawa-rawa tersebut.
Daniella Kreb, seorang peneliti dari Belanda memperkirakan bahwa populasi mamalia yang menyerupai lumba-lumba yang hidup di air tawar di pedalaman Mahakam itu berjumlah 50 ekor. Asumsi itu berdasarkan pola kemunculannya.
Kreb menemukan bahwa Kawasan perairan di Sungai Kedang Pahu adalah zona yang paling disukai Pesut Mahakam dengan karena kedalaman air yang sesuai, lalu-lintas sungai tidak begitu ramai, tingkat pencemaran rendah serta masih tersedia pasokan makanan.
Selain di Pesisir Balikpapan, Pesut Mahakam juga ditemukan di Sungai Sesayap (Kaltim). Tentu penemuan itu sangat berarti bagi upaya pelestarian Pesut Mahakam karena selama ini anggapan umum menyatakan hanya terdapat pada tiga belahan dunia, yakni Sungai Mahakam, Sungai Irawady dan Sungai Mekong.
Tim survei dari Balai Taman Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan Timur beberapa tahun lalu juga menemukan habitat pesut di Sungai Sesayap, Kabupaten Tanah Tidung untuk pertama kalinya.
Kepala Balai TNKM, IGNN Sutedja yang memimpin survei menyatakan timnya berhasil merekam tujuh ekor pesut dalam bentuk foto maupun video pada 10-12 Januari 2008.
Pihaknya saat melakukan survei pendahulu pada Agustus 2007 melihat kemunculan sekitar 11 ekor Pesut Mahakam.
Rekaman pertama dibuat pukul 10.11 Wita saat survei di bagian hulu, ketika anggota tim melihat kemunculan Pesut Mahakam muda muncul ke permukaan sungai dan melakukan dua kali loncatan kecil sehingga hanya bagian punggung dan sirip atas yang berhasil terekam. Sementara enam ekor lainnya terekam di bagian hilir sekitar pukul 16.10 Wita.
Keberadaan pesut di Sungai Sesayap sebenarnya telah lama diketahui penduduk lokal sejak lama. Mereka menyebutnya dengan nama "Lamud" yang berarti lumba-lumba dalam bahasa Suku Tidung.
Bahkan, masyarakat Tidung sudah mengenal pesut sebagai legenda. Menurut cerita H Mustofa, tokoh masyarakat Tidung di Kecamatan Sesayap, Lamud adalah manusia yang menjadi "ikan" (sebenarnya bukan jenis ikan namun mamalia).
Mitos atau legenda tentang Pesut Mahakam berasal dari anak manusia yang dititahkan raja untuk mencari cincin emas kesayangan yang jatuh ke dasar sungai menjadi penyelamat Lumud selama ratusan tahun silam.