Bontang (ANTARA Kaltim) - Kelompok Nelayan di Tanjung Limau, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, mengadukan nasibnya ke DPRD setempat, Senin, karena alat tangkap atau "belat" untuk menjaring ikan banyak dipenuhi lumut, sehingga penghasilan nelayan menurun.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Tanjung Limau, Kaharuddin, mengatakan penghasilan para nelayan dalam setahun terakhir menurun drastis, karena ikan tidak mau masuk ke belat yang ditumbuhi lumut.
Ia meminta pihak perusahaan yang beroperasi di Bontang, khususnya PT Pupuk Kaltim, untuk membantu nelayan agar penghasilannya kembali normal.
"Kalau bisa kami diberikan solusi serta bantuan untuk mengatasi masalah tersebut," katanya.
Kaharuddin mengatakan sejak setahun terakhir, banyak lumut yang menutupi alat tangkap ikan. Padahal, di daerah tangkapan itu sangat bersih dari sampah, sehingga para nelayan harus bergantian membersihkan lumut tersebut.
"Sejak kejadian itu, anggota kelompok nelayan kebingungan karena ikan-ikan enggan masuk ke belat," tambahnya.
Ketua Komisi III DPRD Kota Bontang Rustam HR meminta dinas terkait untuk menyelidiki fenomena alam ini, termasuk mengambil contoh belat yang ditumbuhi lumut.
"Kami minta BLH (Badan Lingkungan Hidup) ikut berpartisipasi menyelidiki kejadian langka ini," katanya.
Selain meminta BLH menyelidiki masalah ini, Rustam juga meminta PT Pupuk Kaltim membuka diri memberikan perhatian kepada nelayan, seperti melalui pelatihan dan bantuan modal kerja dari program CSR.
Rustam berharap masalah ini dapat segera dicarikan solusinya, karena para nelayan sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan, apalagi beberapa waktu terakhir banyak nelayan tidak melaut akibat cuaca buruk.
Pelaksana Tugas Humas PKT Wahyudi mengatakan pihaknya membuka diri untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi para nelayan.
"Kami punya kepedulian terhadap daerah sekitar untuk meningkatkan daya serap program CSR. Hanya saja, penyaluran CSR itu ada di Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), namun segera kami koordinasikan," ujarnya. (Adv/*)