Samarinda (ANTARA) - Kutai sudah bekerja sama dengan Belanda untuk memproduksi minyak bumi pada 1897. Tahun 1903, minyak pertama kali keluar dari Tarakan dan Sanga-Sanga,” ujar Rudy.
Menurutnya, hingga kini Kaltim masih menjadi tulang punggung energi nasional dengan produksi 53 ribu barel minyak per hari dan 1,1 juta kaki kubik gas per hari. Angka itu diproyeksikan melonjak pada 2028-2029 menjadi 100 ribu barel minyak dan 1,8 juta kaki kubik gas per hari.
“Ini adalah anugerah Tuhan kepada Kaltim untuk seluruh bangsa. Tapi tentu kami ingin agar daerah penghasil seperti Kaltim diberi kewenangan lebih besar untuk mengelola nilai tambahnya,” katanya menegaskan.
Lebih jauh, Rudy mengungkapkan, dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 836 juta ton per tahun, lebih dari 50 persen atau 437 juta ton berasal dari Kaltim.
“Batu bara ini kami persembahkan untuk Indonesia tercinta. Tapi tentu kami juga berharap, pemerintah memberi ruang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan turunan industri energi di dalam negeri,” katanya pula.
Ia juga menyoroti tantangan besar dalam pemenuhan energi dalam negeri, terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik independen (Independent Power Plant).
“Kebutuhan batu bara nasional sekitar 150 juta ton per tahun, dan sebagian besar dipasok dari Kalimantan. Namun tanpa infrastruktur yang memadai, sulit bagi daerah untuk menggerakkan roda ekonomi secara optimal,” ujarnya.
Rudy menambahkan, pertumbuhan ekonomi Kaltim pada 2024 tercatat 6,17 persen dengan target jangka menengah mencapai 8 persen. “Kuncinya adalah infrastruktur yang kuat agar uang berputar dan ekonomi tumbuh,” katanya.
Gubernur Rudy juga menyinggung pentingnya transisi energi melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Dengan produksi 4,8-5,2 juta ton crude palm oil (CPO) per tahun, Kaltim disebut siap menjadi pusat produksi biodiesel dan biofuel.
Rudy Mas'ud, di Samarinda, Kamis, menegaskan peran strategis Kaltim sebagai penopang utama ketahanan energi Indonesia sekaligus motor penggerak transisi energi hijau di masa depan.
“Kaltim sudah lebih dari 50 tahun menyalakan energi untuk Indonesia. Bahkan jauh sebelum merdeka, bangsa
“Kalau kelapa sawit sampai di-banned dunia, justru jadi berkah bagi kita. Karena dari situ kita bisa hasilkan energi biodiesel sendiri,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa secara nasional, Indonesia masih belum memiliki cadangan energi strategis. “Saat ini cadangan energi operasional kita hanya mampu bertahan rata-rata 18–22 hari. Itu artinya ketahanan energi nasional kita masih nol,” ujarnya lagi.
Rudy menyebutkan, Kaltim baru memanfaatkan 1,5 juta hektare dari total 3 juta hektare lahan sawit. “Kalau ini dimaksimalkan dan digabungkan dengan potensi dari Riau, Sumatera, hingga Medan, saya yakin kita bisa mandiri energi. Bahkan dunia bisa kita kendalikan hanya dari kelapa sawit,” katanya optimistis.
Rudy menegaskan bahwa masa depan Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada sumber daya alam yang tidak terbarukan.
“Bangsa yang besar bukan dari tambangnya, tapi dari ladang-ladang pangannya. Energi sejati kita ada di situ. Di pangan, di sawit, di sumber daya terbarukan yang bisa kita kendalikan sendiri,” kata Rudy.
