Samarinda (ANTARA) - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur mendesak agar lubang bekas tambang yang menewaskan seorang warga di Samarinda Utara segera ditutup dan direklamasi untuk mencegah jatuhnya korban jiwa kembali.
"Sejak aktivitas berhenti, lubang wajib ditutup, bukan dibiarkan begitu saja," kata Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto di Samarinda, Minggu.
Lubang tambang tersebut menyebabkan tragedi yang menimpa Mustofa (38) pada Jumat (12/9).
Korban dilaporkan tenggelam di lubang bekas tambang saat mencoba mengambil perahu kendali jarak jauh miliknya yang mengapung di tengah genangan air.
Dalam menindaklanjuti insiden tersebut, Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto turun langsung melakukan inspeksi mendadak ke lokasi kejadian.
Berdasarkan data, lubang maut tersebut merupakan bekas galian tambang batu bara dari Koperasi Putra Mahakam Mandiri.
Izin usaha pertambangan koperasi tersebut diketahui telah beroperasi di kawasan itu sejak 2017.
"Status area tersebut secara teknis sudah selesai ditambang," ujar dia.
Baca juga: Koperasi akan bisa kelola tambang rakyat lewat peraturan pemerintah
Dia menjelaskan konsekuensi dari status tersebut berupa kewajiban mutlak bagi perusahaan untuk melakukan reklamasi dan penutupan lubang.
"Peristiwa meninggalnya Mustofa menjadi peringatan bagi semua pemegang izin usaha pertambangan," ujarnya.
Ia menekankan kewajiban pengelolaan lingkungan pasca-tambang tidak diabaikan oleh siapa pun.
Bambang menjelaskan penanganan dan pengawasan lubang bekas tambang atau void pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Kewenangan tersebut dijalankan secara teknis oleh Inspektur Tambang yang berada di bawah koordinasi Kementerian ESDM.
Terkait dengan lubang yang menjadi lokasi kejadian, ia mengungkap, adanya dilema dalam proses penanganan.
Salah satu faktor yang menyebabkan lubang tambang (void) itu masih terbuka adalah adanya permintaan dari sekelompok masyarakat.
Baca juga: KPK telusuri aliran uang suap ke Ketua Kadin Kaltim di luar kasus IUP
Warga sekitar disebut-sebut meminta agar genangan air tersebut dibiarkan untuk dimanfaatkan sebagai sumber air bagi lahan pertanian mereka.
Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa pemanfaatan air dari bekas galian tambang tanpa kajian matang memiliki risiko tinggi.
Hingga saat ini, belum ada satu pun hasil penelitian resmi yang dapat memastikan bahwa air di lokasi tersebut aman untuk digunakan.
"Kami khawatir air tersebut mengandung zat berbahaya atau logam berat sisa aktivitas pertambangan yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan maupun tanaman," katanya.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dan tidak menjadikan air void sebagai satu-satunya sumber pengairan.
