Balikpapan (ANTARA) - Pertamina Patra Niaga sudah menyalurkan 711.660 tabung gas LPG (elpiji) 3 kg dari alokasi 736.330 tabung untuk Kota Balikpapan.
"Itu angka realisasi per tanggal 10 Februari 2025," kata Humas Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Edi Mangun, di Balikpapan, Rabu.
Ia menegaskan bahwa Pertamina senantiasa berkoordinasi dengan para pihak dalam hal penyaluran gas elpiji 3 kg, yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan, wali kota atau bupati, Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) sebagai perhimpunan para pengusaha yang bermitra dengan Pertamina sebagai penyalur bahan bakar minyak dan gas ke masyarakat, dan aparat penegak hukum, terutama polisi.
"Agar elpiji 3 kg sebagai produk yang disubsidi negara dapat tepat sasaran dan dijual tidak melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) atau harga eceran tertinggi," jelas Edi.
Dia menjelaskan, sasaran atau peruntukan elpiji 3 kg adalah rumah tangga atau warga masyarakat kurang mampu dan usaha mikro. Karena harganya yang diatur jauh lebih murah dari produk serupa dalam kemasan berbeda seperti elpiji 12 kg dan elpiji 5,5 kg. Elpiji 3 kg rawan disalahgunakan, contohnya empat tabung elpiji 3 kg, misalnya, secara volume sama dengan elpiji 12 kg, namun harganya hanya sepertiga elpiji 12 kg.
"Karena HET ditetapkan gubernur setempat, kami juga mohon pemerintah kota atau pemerintah kabupaten membantu menjaga agar elpiji 3 kg tepat sasaran," katanya.
Dia menuturkan, harga gas elpiji 3 kg bisa lebih murah sebab pemerintah memberi subsidi kepada Pertamina dalam hal pengadaannya. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, pemerintah menyubsidi Rp12.750 per kg atau Rp38.250 untuk 3 kg. Pada 2024 lalu, untuk subsidi energi termasuk elpiji 3 kg, pemerintah menyediakan Rp386,9 triliun.
Dengan demikian, bila tanpa subsidi, elpiji 3 kg di Balikpapan bisa mencapai harga tidak kurang dari Rp56.750 per tabung atau hampir tiga kali lipat lebih mahal daripada HET yang Rp19.000.
"Di sisi lain, pada Januari 2024, harga elpiji 3 kg di Kota Balikpapan pernah mencapai Rp60-70 ribu per tabung di tingkat pengecer," katanya.
Lanjutnya, Pertamina menemukan ada pangkalaan yang menjual pasokannya ke pengecer, yang dalam sistem saat itu adalah pelanggaran tata niaga elpiji 3 kg yang diatur pemerintah.
Pangkalan adalah tempat masyarakat selaku pengguna akhir membeli gasnya. Di pangkalan masyarakat membeli gas secara terdaftar, dengan memperlihatkan KTP.
Di tingkat pengecer inilah, yang biasanya berupa warung yang menjual berbagai kebutuhan rumah tangga, harga turun naik dengan mekanisme pasar. Pengecer memasang harga jual berdasar harga beli yang didapatnya dari pangkalan.
"Karena itulah pangkalan yang kami tindak. Karena pangkalanlah yang memiliki hubungan usaha dengan kami," tegas Edi.
Dikemukakannya, dengan melihat fakta bahwa pengecer adalah penyalur elpiji 3 kg yang efektif di masyarakat, mulai pertengahan Januari, pemerintah memasukkan pengecer dalam mata rantai distribusi elpiji 3 kg tersebut. Mereka disebut sub pangkalan.
"Mereka bisa daftar ke Pertamina secara daring melalui aplikasi MerchantAppsPangkalan (MAP) Pertamina," jelas Edi. Sebelumnya pengecer juga harus menyiapkan berbagai hal untuk persyaratan seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Dengan demikian diharapkan distribusi dan harga lebih bisa dikontrol dan masyarakat lebih mudah mendapatkan gas sesuai peruntukannya. Kami juga terus mengingatkan bahwa elpiji 3 kg untuk masyarakat miskin atau kurang mampu, sementara bagi yang tidak termasuk kategori itu tersedia elpiji Bright Gas 5,5 kg dan elpiji 12 kg," ujar Edi Mangun.