Samarinda (ANTARA Kaltim) - Para pengusaha angkutan umum, kata Ketua Organda Kalimantan Timur H Ambo Dalle, selama ini sudah terbebani dengan biaya operasional yang cukup tinggi.
"Selama ini, para pengusaha angkutan di Kaltim sudah sangat terbebani karena tidak seimbangnya antara pendapatan dan biaya operasional. Apalagi, jika memang betul pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) tentunya itu membuat para pengusaha angkutan akan semakin terdesak," ungkap Ambo Dalle, kepada Antara, di Samarinda, Rabu.
Tingginya biaya operasional yang harus ditanggung para pengusaha angkutan di Kaltim kata Ambo Dalle, selain disebabkan masih banyaknya infrastruktur jalan yang rusak juga mahalnya suku cadang serta menurunnya minat masyarakat menggunakan angkutan umum akibat kian maraknya kendaraan tidak resmi yang beroperasi yang juga mengangkut penumpang.
"Banyaknya infrastruktur jalan yang rusak tentu memicu tingginya kerusakan suku cadang, menurunnya minat masyarakat menggunakan angkutan umum serta semakin mahalnya harga suku cadang membuat para pengusaha angkutan semakin merugi. Menjadi pengusaha angkutan umum itu tidak menguntungkan," katanya.
"Sementara, tuntutan pemerintah agar pengusaha meningkatkan pelayanan itu sulit dipenuhi sebab antara pendapatan dan penerimaan tidak seimbang. Belum lagi jika kita berbicara tentang kenaikan BBM, tentu para pengusaha angkutan umum, tidak hanya di Kaltim tapi saya kira juga di seluruh Indonesia akan semakin menjerit," ungkap Ambo Dalle.
Belum lagi, lanjut Ambo Dalle, semakin maraknya mobil pribadi yang beroperasi, juga mengangkut penumpang.
"Saat ini, para pengusaha angkutan dihadapkan dilema akibat menurunnya minat masyarakat menggunakan angkutan umum. Rata-rata, volume angkutan hanya berkisar 40 dan maksimal 45 persen. Artinya, jika mobil itu kapasitasnya 50 orang, penumpang hanya berkisar 20 orang saja. Jika sesuai standar, seharusnya sebesar 60 persen dan para pengusaha angkutan tidak terlalu berharap bisa sampai 100 persen," ujar Ambo Dalle.
Angkutan umum yang menjadi binaan Organda tambah Ambo Dalle sulit bersaing dengan angutan tidak resmi tersebut, karena tidak memiliki aturan.
"Mereka (taksi gelap/angkutan tidak resmi) bebas menjemput dan mengantar penumpang hingga masuk ke gang-gang dan kami (angkutan umum) memiliki aturan sementara mereka karena tidak resmi jadi tidak memiliki izin dan aturan," katanya.
"Kalau angkutan umum juga bisa diberi kebebasan, tentu mereka juga bisa bersaing dengan angkutan tidak resmi. Tapi, karena kita harus patus aturan sehingga pemerintah seharusnya yang tegas terhadap keberadaan taksi gelap yang tidak resmi itu," tegas Ambo Dalle. (*)