Samarinda (ANTARA) - Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat Gede Narayana mengatakan bahwa indeks Keterbukaan Informasi Publik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, namun sudah menjadi tugas bersama semua elemen, termasuk masyarakat.
"Ada beberapa dimensi untuk penilaian keterbukaan informasi, yakni politik, ekonomi, dan hukum. Dari dimensi tersebut, ada informan ahli daerah yang berasal dari berbagai unsur, seperti pemerintah, akademisi, pengusaha, organisasi kemasyarakatan, jurnalis dan juga masyarakat," kata Gede pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Tahun 2024 di Samarinda, Jumat.
Gede menerangkan pelaksanaan IKIP merupakan program prioritas nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024.
Untuk pertama kali pelaksanaan IKIP tahun 2021, dijelaskan Gede, dengan skor nasional 71,37, selanjutnya pada 2022 dengan skor nasional 74,43, dan tahun 2023 dengan skor nasional 75,40.
"Tahun 2024 merupakan tahun keempat dilaksanakannya IKIP, kami menargetkan skor nasional 75," katanya.
Gede mengatakan dalam kurun tiga tahun pelaksanaan IKIP tersebut masih terdapat kekurangan sehingga pada pelaksanaan IKIP 2024 ini dilakukan perbaikan dari sisi teknis dan substansi.
Gede menjelaskan penyesuaian dan penyempurnaan mulai dari proses penilaian dimensi lingkungan fisik atau politik, lingkungan ekonomi dan lingkungan hukum melalui proses analytical hierarchy yang pada akhirnya ada perubahan bobot penilaian pada masing-masing dimensi.
Pada 2021 hingga 2023, lingkungan fisik atau politik berbobot 50,86 (2024: 54,5), lingkungan ekonomi berbobot 19,40 (2024: 10,4), dan lingkungan hukum berbobot 29,74 (2024: 35,1).
Selain itu, terdapat penyesuaian informan ahli daerah yang pada tahun 2021–2023 sebanyak sembilan orang dari unsur akademisi, organisasi masyarakat sipil, pemerintah, pelaku usaha atau profesional.
Sedangkan pada 2024, konsep informan ahli daerah menggunakan kolaborasi pentahelix yang terdiri atas 10 orang dari unsur pemerintah, akademisi, masyarakat, jurnalis, dan pelaku usaha dengan masing-masing unsur dua orang.
Penyesuaian atau penyempurnaan yang terakhir berkaitan kuesioner IKIP. Kuesioner IKIP pada tahun 2021–2013 sebanyak 85 pertanyaan, sedangkan pada tahun 2024 terdapat 77 pertanyaan.
Gede menegaskan penyesuaian dan penyempurnaan pada IKIP 2024 ini menunjukkan bahwa Komisi Informasi Pusat sangat serius dan berkomitmen dalam menghadirkan hasil IKIP yang berkualitas, akuntabel dan transparan tanpa penyajian data, fakta dan informasi yang tidak benar.
IKIP adalah alat untuk melihat, memotret dan memberikan gambaran terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi publik secara nasional, bukan menjadikan IKIP sebagai sarana untuk pemeringkatan, kompetisi antar provinsi.
"Oleh karena itu, saya berpesan kepada informan ahli daerah untuk memberikan penilaian secara objektif dan proporsional," kata Gede.
Sementara itu, Ketua KI Provinsi Kaltim Imran Duse mengatakan FGD merupakan kegiatan KI Pusat untuk mengukur indeks keterbukaan informasi publik secara regional atau provinsi dan angkanya akan kontribusi secara nasional.
"FGD Ini adalah kegiatan tahunan KI Pusat yang dilaksanakan di seluruh provinsi. Angka dari FGD ini akan memberikan kontribusi 70 persen dan nanti ada forum tingkat nasional yang melengkapi penilaian menjadi 100 persen," kata Imran.
Menurut Imran, dalam kurun tiga tahun terakhir, nilai IKIP di Kaltim terus mengalami peningkatan dan berada di atas rata- rata IKIP secara nasional, Namun demikian, secara peringkat terjadi penurunan, yakni pada tahun 2021 Kaltim berada di peringkat ke-8, pada 2022 peringkat ke-9 dan tahun 2023 di peringkat ke-15.
"Penilaian IKIP ini sebenarnya adalah potret keadaan yang terjadi di satu daerah terkait keterbukaan informasi sesuai data dan fakta yang terjadi dan bukan sebagai sarana untuk pemeringkatan, kompetisi antar provinsi," kata Imran Duse.