Samarinda (ANTARA) -
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Jaya Mualimin mengatakan pihaknya berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit tropis terabaikan (NTDs) dan gigitan hewan berbisa tahun 2024.
NTDs adalah kelompok penyakit menular yang mempengaruhi lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis, yang berdampak pada kesehatan, kesejahteraan, dan produktivitas masyarakat," kata Jaya di Samarinda, Rabu.
Menurutnya, ada 20 penyakit yang termasuk NTDs berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), namun di Indonesia ada sejumlah penyakit NTDs yang diprioritaskan, antara lain filariasis, cacingan, kusta, dan frambusia.
"Kami telah melaksanakan program pencegahan dan pengendalian penyakit menular sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada, baik tenaga maupun pendanaan untuk kegiatan operasional," ujarnya.
Jaya mengatakan laporan kasus penyakit akibat hewan berbisa dan tanaman beracun (PAGHB-TB) yang terlaporkan di Provinsi Kaltim tahun 2023 sebanyak 41 kasus gigitan ular dan satu kematian di Kabupaten Penajam Paser Utara. Sedangkan kasus serangan tawon sebanyak 109 kasus.
"Kami juga berupaya mencapai target eliminasi kusta, yaitu angka prevalensi kurang dari satu per 10.000 penduduk," tuturnya.
Berdasarkan data tahun 2016-2022, Provinsi Kaltim telah eliminasi kusta, kecuali Kabupaten Kutai Barat yang memiliki angka prevalensi 1,06 per 10.000 penduduk. Dinkes Kaltim akan terus mendorong upaya eliminasi kusta di kabupaten ini agar tercapai eliminasi pada tingkat provinsi.
Jaya menyampaikan terdapat empat kabupaten/kota yang sudah eradikasi frambusia, yaitu Bontang, Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Paser.
"Sedangkan enam kabupaten/kota telah dilakukan penilaian sertifikasi bebas frambusia oleh komite ahli pada tahun 2023, yaitu Samarinda, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Berau, dan Mahakam Ulu," sebutnya.
Dinkes Kaltim berkomitmen untuk mencapai eliminasi filariasis, yaitu penyakit yang disebabkan oleh cacing yang ditularkan oleh nyamuk. "Kami telah melakukan survei epidemiologi di 10 kabupaten/kota dan menemukan prevalensi mikrofilaria kurang dari satu persen, yang menunjukkan bahwa filariasis dapat dieliminasi," paparnya.
Ia menjelaskan upaya eliminasi kusta, eradikasi frambusia, dan eliminasi filariasis mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif melalui beberapa langkah, antara lain intensifikasi deteksi dini ditandai dengan meningkatnya proporsi penemuan kasus kusta baru tanpa cacat, dan memutuskan penularan kusta dengan pengobatan sesuai standar.
Kemudian, memperkuat sistem surveilans aktif maupun pasif, baik di daerah yang belum dan yang sudah mencapai eliminasi kusta serta di daerah endemis maupun daerah non-endemis frambusia.
"Langkah berikutnya ialah pengobatan tepat waktu, pengawasan minum obat, perawatan diri dan pencegahan kecacatan serta pemberian obat pencegahan bagi orang yang kontak dengan kusta maupun frambusia untuk memutus rantai penularan," ungkap Jaya.
Ia meneruskan langkah lainnya, yakni meningkatkan pengetahuan masyarakat dan perilaku hidup bersih dan sehat yang akan berdampak pada pemutusan penularan penyakit kusta dan frambusia. Lalu, ketepatan dan kecepatan pencatatan dan pelaporan kasus kusta maupun frambusia, termasuk laporan nol kasus (zero reporting) melalui Sistem Informasi Pencatatan dan Pelaporan Penyakit.
"Kami mengharapkan dukungan dan kerja sama dari semua pihak, terutama masyarakat, untuk bersama-sama mencegah dan mengendalikan penyakit tropis terabaikan dan gigitan hewan berbisa di Provinsi Kaltim," ujar Jaya.