Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berdiskusi soal situasi malaria di wilayah Ibu Kota Nusantara yang dikemas melalui diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD), yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (Unmul) di Hotel Puri Senyiur Samarinda, Rabu.
"FGD ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Unmul dengan judul Analisa spasial terhadap faktor resiko lingkungan untuk kejadian malaria di wilayah ibu kota negara (IKN)," kata Plh Kepala Dinkes Kaltim Setyo Budi Basuki.
Basuki salah satu narasumber pada FGD menyampaikan gambaran tentang kondisi program pencegahan dan pengendalian malaria di lingkup Pusat Kawasan Lintas Batas (PKL) yang menjadi wilayah IKN.
"Kalau kita melihat kondisinya sendiri, untuk penyebaran kasus malaria khususnya di IKN, salah satu yang menjadi pusat wilayahnya adalah Penajam Paser Utara (PPU) yang ada di PKL. Kalau kasus malaria di luar Jawa dan Bali, termasuk yang tertinggi itu ada di Kalimantan Timur, yakni Kabupaten PPU," papar Basuki.
Basuki menjelaskan, khusus untuk di IKN sendiri sebetulnya tidak ada kasus malaria yang berasal dari wilayah tersebut, melainkan dari luar wilayah PKL, yaitu dari daerah hutan di Kabupaten Paser.
"Orang yang sakit dari hutan itu turunnya keluar lewat Penajam, yang ada puskesmas di sana, berobat di sana, tercatat di fasilitas pelayanan kesehatan, laporannya masuk ke sana. Sebetulnya sumber penularan sendiri itu jauh di atas 55 kilometer menuju ke Kabupaten Paser, tepatnya di Muara Toyu," jelasnya.
Untuk mengendalikan penyebaran malaria di wilayah IKN, Basuki mengatakan, Dinas Kesehatan Kaltim telah melakukan beberapa langkah, di antaranya adalah surveilan migrasi, surveilan vektor, dan perindukan.
Ia mengemukakan, surveilan migrasi itu pihaknya sudah melatih Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dari masing-masing perusahaan yang ada di IKN, bahwa pada saat mereka mendatangkan karyawan dari luar Kalimantan dan itu berasal dari daerah endemis malaria, khususnya Papua, maka mereka akan diskrining.
"Kalau memang dia positif, maka diisolasi, kemudian diobati, dan ditindaklanjuti," ucap Basuki yang sehari-harinya bertugas sebagai Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kaltim.
"Surveilan vektor itu terus kita lakukan guna melihat perkembangan nyamuk anopheles yang menjadi vektor malaria di sana. Perindukan itu kita juga lakukan, kita berikan kelambu berinsektisida, kita berikan obat-obatan, dan kita juga lakukan penyuluhan kepada masyarakat," tambahnya.
Basuki juga menjelaskan, ada program baru yang digagas oleh Kementerian Kesehatan, yaitu kemo prevention, yang merupakan pemberian obat pencegahan malaria kepada orang yang berada di dekat hutan atau yang keluar masuk hutan.
"Program ini masih pilot project, hanya di dua provinsi, yaitu di Kalimantan Timur dan Papua. Ini masih sedang berjalan, sehingga kalau ditanya evaluasinya bagaimana, belum, karena ini sedang berjalan," katanya.
Basuki berharap, dengan adanya FGD ini, dapat memberikan masukan dan saran kepada Dinas Kesehatan Kaltim untuk meningkatkan program pencegahan dan pengendalian malaria di wilayah IKN.
"Kita berharap, dengan adanya penelitian ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang faktor resiko lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian malaria di wilayah IKN, sehingga kita bisa menentukan strategi yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi masalah ini," tutup Basuki. (Adv)