Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis dermatologi dan venereologi dari RSUD Dr. Moewardi dr. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV mengatakan penyebaran monkeypox (cacar monyet) relatif lambat sehingga berbeda dengan chicken pox (cacar air) yang penularannya sangat cepat dan sporadis.
Prasetyadi, yang kini menjabat sebagai Ketua Bidang II Pendidikan dan Profesi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski), ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Jumat, menilai masyarakat tidak perlu khawatir atas munculnya kasus cacar monyet karena risiko penularan penyakit tersebut tidak besar.
"Supaya tidak muncul kekhawatiran masyarakat, perlu dijelaskan bahwa walaupun disebut penyakit menular, risiko penularan monkeypox ini tidak mudah,” kata Prasetyadi.
Selain itu, tingkat kematian akibat penyakit mpox atau cacar monyet juga relatif rendah, bahkan tidak sampai 1 persen, ucap dia.
Baca juga: Kemenkes: Cacar monyet di Indonesia bisa tembus 3.600 kasus
Apabila seseorang terjangkit cacar monyet, namun, memiliki kekebalan tubuh yang baik (imunokompeten), maka orang tersebut bisa sembuh sendiri. Oleh karena itu, penyebaran penyakit cacar monyet amat tergantung dari daya tahan tubuh pada kelompok-kelompok imunokompeten di masyarakat, kata dia.
Prasetyadi juga menyoroti bahwa seluruh kasus cacar monyet yang tercatat di Indonesia saat ini adalah kasus transmisi lokal yang sebagian besar ada di Jakarta.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan bahwa terdapat 14 kasus aktif cacar monyet di Indonesia sampai dengan Kamis (26/10).
Baca juga: Dinkes Kaltim upayakan kewaspadaan terhadap cacar monyet
Selain sejumlah kasus yang telah terkonfirmasi tersebut, Kemenkes juga mengungkapkan terdapat 17 kasus negatif atau discarded, dua kasus yang masih probable dan membutuhkan tes lanjutan, serta sembilan suspek.
Sementara itu, penerima vaksin cacar monyet sampai dengan masa yang sama sudah mencapai 157 orang atau 31,72 persen dari total sasaran 477 orang.