Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis baru bara terakhir akan pensiun di 2058, atau dua tahun sebelum Indonesia ditargetkan mencapai emisi karbon nol.
“Setelah tahun 2030, PLTU batu bara tidak akan lagi dikembangkan, pembangkit tambahan setelah tahun 2030 akan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). PLTU batu bara terakhir akan berakhir pada 2058,” kata Arifin dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 yang digelar secara daring di Jakarta, Senin.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang diperkirakan akan mencapai 1.942 terawatt per hour (twh) pada 2060, Indonesia akan membangun pembangkit listrik yang bersumber dari EBT dengan kapasitas 700 gigawatt (gw).
Pada 2030, solar tv akan ditingkatkan secara besar-besaran, sumber energi panas bumi akan dimaksimalkan hingga 22 gw, dan pada 2039 nuklir akan dikomersialisasi sebagai sumber energi dengan kapasitas yang ditingkatkan hingga mencapai lebih dari 30 gw pada 2060.
Baca juga: PLN klaim stok batu bara untuk PLTU kini dapat bertahan selama 15 hari
“PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Pump Storage akan dikembangkan pada 2025, sedangkan sistem penyimpanan energi baterai akan dibangun secara besar-besaran pada 2034,” kata Arifin menambahkan.
Pemerintah juga menyiapkan dana untuk mengurangi risiko tinggi pengembangan sumber listrik energi panas bumi di 20 wilayah kerja yang berpotensi menghasilkan 6.783 megawatt listrik.
Menurutnya, listrik dari sumber yang lebih ramah lingkungan akan memenuhi permintaan masyarakat dari program elektrifikasi pemerintah, seperti penggunaan kendaraan listrik dan kompor listrik yang dilengkapi dengan pembangunan stasiun pengisian daya.
Program-program itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada energi fosil yang tidak ramah lingkungan.
Baca juga: Kementerian LHK tetapkan status tersangka penambang batu bara ilegal di IKN
Hanya saja, dalam melakukan transisi energi, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain terkait ketersediaan teknologi, praktik teknologi yang masih perlu terus diperbaiki, ketersediaan infrastruktur pendukung, serta pendanaan yang terbatas.
Indonesia bekerja sama dengan Just Energi Transition Partnership (JETP) untuk mengupayakan percepatan transisi energi yang berkeadilan, khususnya di sektor pembangkit listrik.
“Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan sehingga kami berharap dapat terus berkolaborasi dengan negara lain,” kata Arifin.
Baca juga: Anggota DPRD Kaltim dukung Samarinda bebas tambang 2026