Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur M.Udin menyebutkan penarikan pajak kendaraan alat berat untuk daerah yang biasa digunakan oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan diberlakukan pada awal 2024.
“Kemarin kita sudah bahas soal retribusi dan pajak daerah bersama perusahaan pemegang PKP2B dan perusahaan perkebunan berkaitan dengan pajak kendaraan atau pun pajak alat berat,” katanya di Samarinda, Senin.
Menurutnya, sementara penarikan pajak kendaraan tersebut masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) terkait itu. Pada tahun 2017 hingga 2020 tidak ada namanya pembayaran pajak berkaitan dengan alat berat.
Terkait Perda tentang penarikan pajak tersebut masih menunggu PP, dengan turunnya aturan yang mewajibkan bahwa alat berat yang dioperasikan oleh perusahaan harus membayar retribusi atau pajak daerah.
“Informasinya PP tersebut sudah ada di meja presiden untuk diteken,” ucap M. Udin.
Ia mengemukakan, selama ini pihak perusahaan pemilik alat berat memiliki faktur pajak per tahun jadi kalau orang mau membeli kendaraan membeli alat berat, setahun datang untuk memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), beserta faktur pajaknya.
“Parahnya lagi selama ini tidak ada kontribusi yang masuk ke daerah sebagai pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” katanya.
Dia berharap pemberlakuan penarikan pajak alat berat tahun 2024 nantinya untuk menambah pemasukan PAD bagi daerah.
Dikemukakannya, selama ini tidak bisa dipungkiri kendaraan alat berat hanya digunakan saat pembelian dan setelah pembelian tidak ada lagi dikenakan pajak. Padahal banyak kendaraan berat yang digunakan berpotensi merusak infrastruktur.
Oleh karena itu dibuat aturan termasuk aturan yang ada ini tinggal menunggu PP berkaitan dengan pajak daerah yang ditandatangani, pemungutan pajak kendaraan dikembalikan regulasinya seperti diawal,” kata M. Udin.
Ketika peraturannya sudah terbit maka pembeli sudah dikenakan PPh dan PPN 11,5 persen, kemudian setahun sekali dilakukan perpanjangan faktur sehingga menambah PAD bagi daerah.
Menurutnya, kalau dilihat aturan berkisar maksimal satu sampai dua persen, namun pembahasan beberapa waktu lalu masih dalam rancangan DPRD dikenakan 0,2 persen.
“Tapi ini masih rancangan belum final dan sebagainya, tetapi walaupun sedikit ada kontributor yang didapat daerah berkaitan dengan alat berat,” tuturnya.
M. Udin menambahkan, soal perpajakan alat berat jangan sampai ditunggangi oknum, berkaitan tidak ada pembayaran faktur pajak dan sebagainya, mereka membeli alatnya di luar dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga disini. (Fan/ADV/DPRD Kaltim)
M. Udin menambahkan, soal perpajakan alat berat jangan sampai ditunggangi oknum, berkaitan tidak ada pembayaran faktur pajak dan sebagainya, mereka membeli alatnya di luar dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga disini. (Fan/ADV/DPRD Kaltim)