Balikpapan (ANTARA) - Menteri Energi Uni Eropa (EU) Kadri Simson bertemu dengan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Kalimantan Timur Munawwar, kedua pihak membicarakan kemungkinan kerja sama tentang transisi ke energi bersih yang berkeadilan antara Uni Eropa dan Kalimantan Timur.
“Bukan kebetulan di sini akan menjadi ibukota baru Indonesia. Jadi ini saat yang tepat,” kata Menteri Simson di Balikpapan, Minggu.
Menurut dia, saat ini Uni Eropa memiliki target mencapai netralitas iklim pada 2050. Uni Eropa juga secara signifikan meningkatkan bauran energi terbarukan dan efisiensi energi di tahun 2030.
Menteri Simson menegaskan Uni Eropa perlu bermitra untuk mencapai target-target tersebut.
Indonesia, ujarnya, di mana ada Kalimantan Timur di dalamnya, adalah satu kunci dalam upaya tersebut dengan luasan hutan hujan tropis, panjangnya pesisir dengan hutan mangrove, dan ribuan mil lautan, membuat peran Indonesia sangat signifikan.
“Sementara kami Uni Eropa memiliki pengalaman, teknologi, dan pendanaan,” kata Menteri Simson.
Kadis ESDM Munawwar menimpali, hal yang paling penting saat ini adalah peningkatan kapasitas dari para pihak yang terlibat dalam upaya-upaya tersebut.
Menurut dia, tramsfer ilmu dan pengalaman dari Uni Eropa baru akan bermanfaat kalau bisa diterapkan, sementara untuk penerapannya diperlukan pemahaman dan juga mungkin penyesuaian tertentu, seperti kearifan atau nilai-nilai baik yang sudah ada di tempatan.
Kedua belah pihak pun menjadwalkan pertemuan-pertemuan lanjutan untuk mendapatkan langkah-langkah kongkrit
Sementara itu, netralitas yang dimaksud Menteri Simson adalah jumlah karbon yang dilepas ke udara sama dengan jumlah karbon yang diserap kembali ke dalam tanah.
Pembakaran bahan bakar fosil seperti pada mesin-mesin kendaraan dan mesin-mesin lainnya, proses penambangan batubara, pembakaran batubara untuk mendidihkan air guna mendapatkan uap yang memutar turbin pembangkit listrik, adalah cara-cara melepas karbon di udara.
Karbon yang terlepas ke udara diyakini bertanggungjawab atas efek rumah kaca dan pemanasan global. Karbon dalam bentuk gas karbondioksida memerangkap sinar inframerah dari matahari dan menahan panas, seperti di dalam rumah kaca untuk keperluan pertanian.
Peningkatan panas ini menaikkan suhu bumi dan mencairkan es di kutub-kutub bumi, menambah volume air laut, dan mengancam kota-kota di pesisir tenggelam.
Efek rumah kaca juga membuat berbagai perubahan iklim, seperti musim hujan menjadi lebih panjang atau sebaliknya, musim kemarau lebih lama, yang keduanya mengakibatkan bencana.
Kemudian, rancangan ibukota baru negara (IKN) Nusantara menjadikan forest city sebagai tema utama. Dalam rancangan ini, lingkungan kegiatan manusia dikelilingi hutan-hutan, yang luasnya mencapai 60 persen dari keseluruhan lahan IKN di Sepaku, Penajam Paser Utara.
Karena itu Kota Nusantara ini menargetkan emisi negatif, artinya jumlah karbon yang dilepas ke udara nol sambil menyerap karbon dari tempat-tempat lain.
Transportasi di Nusantara juga dirancang jalan dengan energi listrik, mulai dari mobil, kereta, atau dijalankan kendaraan sehat, sepeda.