Tenggarong (ANTARA Kaltim) - Pesta Adat dan Budaya Erau Pelas Benua Etam memang tidak bisa dipisahkan dari berbagai adat dan budaya lokal Kutai Kartanegara yang kebanyakan bersumber dari keraton dan kesultanan Kukar.
Upacara ritual Beluluh, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Prosesi ritual ini melibatkan seorang Belian dengan berbagai asesoris seperti pedupaan, balai-balai hingga sejumlah sesaji dan diakhiri membuang Ketikai Lepas.
Setiap hari jelang magrib pada hari hari Erau Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura Aji Mohammad Salehuddin II selalu menjalani upacara Beluluh.
Upacara berdimensi ritual khas Kutai ini dilakukan di depan pintu gerbang istana atau kini Museum Mulawarman Tenggarong.
Upacara dimaksudkan untuk membersihkan atau mengusir anasir jahat yang ada di dalam diri jasmani maupun rohani sang Sultan agar saat malam tiba dalam kondisi bersih dan suci.
Koordinator upacara Adat Kesultanan Kutai Aji Bambang Saidar mengatakan latar peristiwa Beluluh diawali kejadian di Tanjung Ruana kawasan Delta Mahakam, Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara.
Menurutnya, menjelang abad XIII di permukaan sungai Mahakam muncul balai-balai berbahan bambu kuning yang di dalamnya berisi bayi perempuan dan 2 ekor Lembuswana.
Kedua jenis mahluk tuhan itu diusung oleh 2 naga secara bersamelenu maan. Singkat kata bayi itu kemudian dikenal sebagai Aji Batara Agung Dewa Sakti. "Beliau adalah Raja I Kutai Kartanegara," ujarnya.
Riwayat upacara Beluluh kemudian dimaknai sebagai media pembersihan diri yang dilambangkan melalui anak bayi yang baru lahir tanpa dosa.
Dia menambahkan, upacara Beluluh biasa dilakukan bagi pengantin baru, tamu kehormatan hingga bagi orang yang selama ini berbuat dosa namun sudah bertobat.
"Tentunya prosesi maupun mantra Beluluh yang dilakukan Belian disesuaikan dengan maksud dan tujuan," ujarnya.
Usai Sultan di luluh tikar yang terukir dengan susunan beras berwarna atau disebut Tambak Beras tempat berdirinya Balai digulung untuk diperebutkan orang yang menyaksikan upacara ritual ini.
Pentas Seni
Sementara itu, malam pertama gelaran Erau International Folklore and Art Festival (EIFAF) 2013 dimeriahkan dengan pementasan tiga seni tari khas daerah bekas kekuasaan Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Ketiga kesenian itu tampil di pentas seni utama Jl Akhamd Mukhsin Tenggarong. Diawali tampilan tuan rumah Kukar kemudian dari kota Bontang terakhir Kabupaten Penajam Paser Utara.
Tuan rumah Kukar di pagelaran pentas seni Erau diwakili peguyuban seni Kepompong Kuning dari Kecamatan Kenohan. Dengan menampilkan tari berbasis Tari Jepen dengan judul Bekebon Jagong atau menanam jagung di kebun.
Tarian ini menggambarkan proses petani jagung mengolah lahan hingga akhirnya memanen. Untuk mengungkapkan rasa sukur atas keberhasilan itu petani kemudian berpersta ria melalui gerak penari.
Sementara kontingen seni kota Bontang menampilkan Jepen Selendang Putri yang dibawakan oleh kelompok tari jepen Tunas Mekar Dua Serangkai binaan Lembaga Adat Kutai bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Bontang.
Tarian ini biasa ditarikan saat menerima tamu kehormatan. Berkisah tentang putri raja yang sedang bersukaria karena mendapat hadiah dari ayahnya sang raja berupa selendang warna warni yang didamkannya selama ini.
Ini terlihat dari kostum dan selendang yang selalu di kibas kibaskan oleh penari di pegelaran ini. Diiringi tetabuhan gendang bertalu talu dan dentingan gambus, Jepen Selendang putri terasa asik di nikmati penonton pentas seni.
Sedang penampilan kontingen dari Penajem Paser Utara membawakan 2 buah nomer tari diawali tari Rentak Benua Taka disusul tari berjudul Mendiwa Asa Naharap Sejahtera atau menabur harapan berharap sejahtera.
Kedua tari asal Benuo Taka ini dibawakan oleh siswa siswi SMP Negeri 1 Penajam. Tari Rentak Benua Taka berakar dari Jepen bercerita mengenai tantangan kehidupan namun disikapi dengan tabah dan sukacita bersama sehingga usaha pembangunan berhasil diraih.
Sedang tari Mendiwa Asa Naharap Sejahtera merupakan tari khas suku Dayak PPU yang telah digubah baik musik pengiring maupun gerak dan komposisi kereografisnya. Tari ini cerminan semangat kehidupan sehari hari masyarakat asli PPU.
Dalam berbagai aspek termasuk saat bertani mereka selalu bersuka ria menjalani kehidupan dengan damai dan sejahtera.
Dari semua pementasan maka tari Mendiwa Asa Naharap Sejahtera paling memukau penonton pentas seni Erau karena selain musik dan geraknya sangat dinamis juga konsep panggungnya sebagai seni pertunjukkan tergarap rapi tanpa cela.
Atraksi jalanan
Atraksi kontingen Mesir dan Belgia di ajang Erau International Folklore and Art Festival (IEFAF) 2013 di Tenggarong Kutai Kartanegara juga menarik perhatian warga yang menyaksikannya.
Kemeriahan Erau 2013 terasa berbeda dibanding sebelumnya karena di ajang Erau Pelas Benua Etam yang berskala dunia tersebut melibatkan sembilan anggota International Council of Organizations of Folklore and Art Fesitival (ICOFAF).
Festival bagi pertunjukan seni budaya tradisonal dari negara peserta maka dua negara peserta yakni Republik Arab Mesir dan Kerajaan Belgia tampil memukau di ruas jalan Walter Mangonsidi depan kantor Bupati Kukar di Tenggarong.
Menggunakan panggung di ruas jalan utama dalam kota Tenggarong tidak membuat pertunjukkan menjadi hambar namun sebaliknya antara penonton dengan aksi yang ditunjukkan terasa interaktif.
Dalam kesempatan pertunjukkan ini kontingen Belgia mempersembahkan tarian tradisi rakyat Belgia yang dilakukan dalam empat babak berjudul Flaag Dance.
Tari tradisi ini biasa dilakukan warga pedesaan di Belgia saat usai melakukan panen Gandum atau Anggur. Bahkan dilakukan saat perayaan hari jadi kampung maupun ulang tahun raja atau Ratu mereka.
Pemimpin tarian Jan Van Aert menjelaskan bahwa tarian ini dilakukan 6 penari pria sambil membawa bendera.
"Keterampilan mengibas ngibaskan, melempar dan memutar bendera inilah yang menjadi ciri utama tari ini,†ujarnya. Sementara tarian dari Mesir membawakan empat tarian yang berbeda baik judul hingga kostum penarinya.
Elsayed Morsi, Ketua Kelompok Tari dari negeri para Firaun ini menjelaskan keempat tari itu judulnya adalah pertama El Asaya kedua El Hausan kemudian El Samsmea dan terakhir Tanora.
Menurutnya keempat tarian itu biasa dilakukan suku Tanor yang bermukim tidak jauh dari ibukota Mesir Kairo.
Mereka setiap saat selalu menari dan bernyanyi terutama jika sedang menghelat perkawinan, bahkan jika sedang siap menghadapi panen di ladang atau saat mengembala ternak di padang pasir.
Untuk tari El Housan adalah tari hiburan yang menggunakan kuda kudaan yang digerkakkan manusia. Sedang yang tari Tanora yang merupakan puncak pertunjukkan mampu menghipnotis penonton erau.
Tari yang mengambarkan kebesaran tuhan ini diwujudkan melalui kepiawaian penarinya dalam memanfaatkan kostum yang digunakan menjadi berbagai bentuk seperti payung hingga roda yang sedang berputar. (*)
Dari Beluluh hingga Pentas Seni Jalanan
Rabu, 3 Juli 2013 20:02 WIB