Bontang (ANTARA Kaltim) - Dinas Kesehatan Kota Bontang menggelar pertemuan dengan jajaranna terkait peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota itu.
Pertemuan yang digelar pekan lalu (19/3) itu dihadiri oleh Seksi Pencegahan Penyakit (P2), Kepala Puskesmas, dokter dan Penanggung jawab program P2 Puskesmas se-Kota Bontang, dengan pembicara dr Diyah SpPD dari RSU Taman Husada Bontang.
Diyah menyampaikan materi terkait DBD bahwa virus dengue sebagai penyebab DBD dibawa dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus.
"Ketika virus ini masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan manivestasi tanpa gejala maupun dengan gejala, dan hal ini tergantung kepada kondisi dan daya tahan tubuh seseorang," kata Diyah.
Beberapa contoh gejala yang biasanya muncul antara lain demam tinggi mendadak dua sampai tujuh hari, dengan gejala penyerta nyeri kepala, nyeri belakang bola mata, nyeri otot dan nyeri sendi, flushing (muka panas kemerahan), ruam kulit, mual, muntah, nyeri perut, karena ada pembengkakan hati. Perdarahan ( bintik-bintik merah di kulit), manifestasi Leukopenia (jumlah angka lekosit di bawah nilai normal), angka trombosit masih dalam rentang normal, atau menurun (trombositopenia).
Namun yang perlu diperhatikan oleh dokter di pelayanan kesehatan, berdasarkan pengalaman dr Diyah selama bertugas, beberapa kasus DBD pada orang dewasa tidak menunjukkan gejala spesifik.
Diyah menambahkan bahwa demam pada DBD mempunyai siklus demam yang khas disebut siklus demam pelana kuda.
Dia menjelaskan ciri-ciri demam DBD atau demam pelana kuda antara lain hari pertama – ketiga adalah fase demam tinggi.
"Demam mendadak tinggi dan disertai sakit kepala hebat, sakit di belakang mata, badan ngilu dan nyeri, serta mual/muntah, terkadang disertai bercak merah di kulit (tidak selalu)," kata Diyah.
Hari keempat-kelima sebagai fase kritis, sebagai fase demam turun drastis dan sering mengecoh seolah terjadi kesembuhan. Namun inilah fase kritis kemungkinan terjadinya "Dengue Shock Syndrome".
Hari keenam-ketujuh sebagai fase masa penyembuhan, fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan.
"Jika tanda-tanda DBD di atas telah ditemukan, maka langkah terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Pertolongan pertama yang dapat diberikan untuk penderita adalah memberi minum sebanyak-banyaknya, dapat berupa air masak yang dibubuhi garam oralit atau gula, susu, air kelapa, jus buah-buahan atau air teh," jelas Diyah.
Kepada dokter-dokter di Puskesmasdr dokter Diyah berpesan agar tidak terpaku pada hitungan hari pasien mengalami demam, tetap harus lebih jeli melihat gejala klinis serta hasil laboratorium.
Peningkatan kasus
Sementara itu Kepala Puskesmas Bontang Bontang Selatan II Dian Arie Sushanty SKM membenarkan jika tahun ini kasus DBD mengalami peningkatan.
"Untuk wilayah kerja Puskesmas Bontang Selatan II yang meliputi Kelurahan Berbas Tengah dan Berbas Pantai dari Januari sampai dengan Minggu III Maret 2013 tercatat ada 25 kasus DBD, dan 5 suspek (gejala) DBD jadi total ada 30 kasus," kata Shanty.
Data tahun sebelumnya dari Januari s.d. Desember 2012 dari dua kelurahan tersebut tercatat ada 39 kasus DBD dan 2 suspek DBD. Bontang merupakan daerah endemis DBD (daerah yang rawan bersarang nyamuk).
Dari 30 kasus, 25 di antara laporan berasal dari warga, Rukun Tetangga, dan poli umum di Puskesmas. Lima kasus lain dari laporan salah satu sarana kesehatan yang ada di Berebas Tengah.
"Setiap hari petugas surveylans mengecek pencatatan di poli umum, apakah ada kasus DBD maupun suspek DBD. Nomor HP petugas juga sudah kami sebar ke seluruh RT dan kader kesehatan untuk memudahkan komunikasi," kata Shanty.
Shanty menuturkan jika ada laporan kasus akan ditindaklanjuti melalui kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE).
"PE yaitu mengecek ke lapangan radius 100 meter di sekeliling rumah penderita apakah ditemukan jentik nyamuk dan kemungkinan adanya gejala DBD sudah tersebar di radius 100 meter, misalnya ada orang lain yang yang menderita demam. Hasilnya dari PE bisa dilakukan pengasapan (fogging), atau hanya pemberian abate dan penyuluhan," ungkapnya.
Secara terpisah Kepala Dinas Kesehatan Indriati Asaad, menyampaikan bahwa saat ini masih banyak masyarakat meminta fogging, baik ada kasus maupun tidak.
"Fogging masih dianggap menjadi solusi mengatasi DBD, anggapan ini keliru. Fogging hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sementara ratusan bahkan ribuan jentik nyamuk akan tetap hidup dan menjadi nyamuk baru," kata Indriati.
Menurutnya cara paling efektif memang 3 M plus yaitu Menutup, Menguras, Mengubur dan abatesasi atau pemberian abate.
"Sebagian besar masyarakat sudah hafal dengan istilah 3M tapi dalam pelaksanaannya belum maksimal. Abate sangat efektif digunakan bila sesuai aturan dan bisa diperoleh gratis di Puskesmas," ucapnya. (*)