Jakarta (ANTARA) - Selama pandemi COVID-19 ini, satu hal positif yang paling terasa di dunia, khususnya bagi mereka di perkotaan, adalah kembali melihat birunya langit.
Bahkan, sejumlah orang mengatakan COVID-19 bagai obat bagi bumi untuk bisa istirahat dari hiruk pikuk globalisasi, berkat pembatasan aktivitas masyarakat akibat pandemi.
Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran pentingnya menjaga alam dan bumi terus meningkat. Indonesia juga sejak lama turut mendukung pengendalian perubahan iklim dengan meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Indonesia telah menyampaikan Intended Nationally Determined Contribution (INDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) terkait target penurunan emisi pada 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.
Sejalan dengan komitmen untuk mengendalikan perubahan iklim itu pula, Pemerintah Indonesia semakin serius menggarap pengembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai yang dinilai menjadi solusi kendaraan ramah lingkungan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan kendaraan listrik merupakan solusi bagi masalah polusi udara di perkotaan.
"Polusi ini menjadi musuh bersama. Salah satunya membereskan polusi dari motor dan mobil itu dengan mobil listrik," katanya.
Luhut bisa dibilang cukup kekeuh mendorong pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia.
Ia pun mengungkapkan mimpinya bahwa Indonesia akan menjadi pemain utama untuk bahan baku baterai litium, sumber energi bagi kendaraan listrik.
Di samping itu, penggunaan kendaraan listrik juga diperkirakan akan terus melejit pada masa mendatang menyusul semakin pedulinya masyarakat atas energi yang lebih bersih.
Bagi Indonesia, mendorong pengembangan kendaraan listrik juga sekaligus akan berdampak pada berkurangnya impor minyak karena berkurangnya kendaraan berbasis energi fosil.
Dalam catatan Kementerian ESDM, saat ini konsumsi BBM Indonesia sekitar 1,2 juta barel per hari dan kebutuhan BBM tersebut sebagian besar dipasok dari impor.
Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik telah dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Hingga saat ini, sudah ada sejumlah aturan turunan perpres tersebut yang mengatur mulai dari penghitungan pajak, infrastruktur pendukung berupa pengisian listrik, ketentuan kendaraan listrik hingga ketentuan komponen lokal kendaraan listrik.
Undang investasi
Pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia juga sejalan dengan animo investasi baterai listrik dan kendaraan listrik yang semakin meningkat di Indonesia.
Luhut menyebut sejumlah investor dunia sekelas Contemporary Amperex Technology Co, Limited (CATL) asal China dan LG Chem dari Korea Selatan akan segera berinvestasi dalam pengembangan industri baterai listrik di Tanah Air.
Di sisi lain, pemerintah juga gencar menggaet investor dunia di industri kendaraan listrik untuk bisa masuk ke Indonesia, di antaranya Hyundai, yang tengah membangun pabrik kendaraan termasuk listrik di Jawa Barat, serta Tesla, yang diundang langsung Presiden Jokowi.
Tesla akan mengirimkan timnya pada Januari 2021 mendatang untuk melakukan penjajakan investasi lebih lanjut.
Gencarnya pemerintah menggaet investor dunia dilakukan lantaran Indonesia memiliki bahan baku nikel, kobalt, dan mangan yang melimpah. Mineral-mineral tersebut merupakan bahan baku baterai litium untuk kendaraan listrik.
Dengan potensi tersebut, Luhut berharap Indonesia bisa menjadi destinasi investasi bagi produsen mobil dan baterai dunia yang tengah berlomba mencari lokasi untuk fasilitas produksi mereka.
Berdasarkan Global Battery Alliance, peningkatan produksi kendaraan listrik dapat menghasilkan penciptaan 10 juta pekerjaan dan nilai ekonomi sekitar 150 miliar dolar AS karena berkontribusi pada kemajuan terkait dengan Perjanjian Paris tentang perubahan iklim.
"Apabila semua atau sebagian besar supply chain yang terkait bisa diproduksi di Indonesia, maka Indonesia bisa menjadi pemain kunci secara global di industri masa depan ini," kata Luhut.
Selain investor luar negeri, Luhut mengatakan minat pengembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai juga datang dari dalam negeri.
Saat ini, telah hadir sejumlah industri kendaraan listrik berupa sepeda motor listrik Gesits hingga bus listrik produksi PT Mobil Anak Bangsa dan PT INKA (Persero).
Bentuk IBH
Keseriusan pemerintah mendorong pengembangan industri baterai ditunjukkan dengan pembentukan subholding industri baterai atau Indonesia Battery Holding (IBH).
Pembentukan IBH dilakukan berdasarkan surat penugasan Menteri BUMN dengan holding BUMN pertambangan MIND ID (Inalum), PT Antam, PT Pertamina dan PT PLN menjadi empat pemegang saham utamanya.
Nantinya, subholding baterai itu akan mengolah produk nikel dari hulu ke hilir hingga menjadi produk baterai kendaraan listrik.
Kendati belum resmi terbentuk, IBH terus melakukan kesepakatan dengan sejumlah investor, termasuk LG Chem dan CATL.
Diharapkan pada awal tahun depan sudah ada kesepakatan yang lebih konkret dalam pengembangan industri baterai.
IBH bahkan telah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan entitas LG Chem di Seoul beberapa waktu lalu terkait kerja sama baterai untuk kendaraan listrik. Kendati demikian, perjanjian yang diteken merupakan nota kesepahaman yang tidak mengikat.
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak mengungkapkan anggota holding baterai terbuka untuk membentuk joint venture (JV) atau menggandeng mitra dari dalam negeri maupun asing untuk setiap rantai bisnis (value chain) industri baterai.
"Diharapkan awal tahun depan, kesepakatan dengan calon mitra di dalam value chain baterai ini, baik dari tambang sampai battery pack hingga masuk daur ulangnya itu bisa kita sepakati," kata Orias.
Pengembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia terus didorong penuh pemerintah. Selain berdampak positif bagi lingkungan, percepatan pengembangan kendaraan listrik diharapkan mampu mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan mendorong masuknya investasi sekaligus menekan impor bahan bakar minyak.