Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Centre for Orangutan Protection (COP) menilai, perusahaan seharusnya juga diberi sanksi karena ikut bertanggung jawab atas kasus pembantaian Orangutan Kalimantan (pongo pygmeaus morio) di Desa Puan Cepak, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Juru Kampanye COP, Arfiana Khairunnisasi, Jumat, menyatakan, pembantaian orangutan pada periode 2008-2010 tersebut dilakukan secara sistematis dan terorganisasi sehingga perusahaan juga seharusnya diberi sanksi.
"Keterlibatan perusahaan terbukti dengan ditemukannya sejumlah dokumen pembayaran untuk menangkap ataupun membasmi orangutan yang dianggap sebagai hama itu. Jadi, semestinya, pihak perusahaan juga harus diberi sanksi setelah adanya keputusan pengadilan terkait proses hukum pembantaian orangutan tersebut," ungkap Arfiana Khairunnisa.
Pada sidang pembacaan putusan kasus pembantaian orangutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara Rabu (18/4), majelis hakim menjatuhkan vonis delapan bulan penjara dan denda Rp30 juta atau subsider enam bulan kurungan kepada Puah Chuan yang menjabat sebagai Senior Estate Manager Divisi Tengah dan Widiantoro sebagai Asisten Kepala Divisi Selatan, PT Khaleda Agroprima Malindo yang merupakan anak perusahaan asal Malaysia, Metro Kajang Holdings (MKH) Berhad.
Sementara, dua eksutor di lapangan, Imam Muhtarom dan Mujianto juga divonis delapan bulan penjara dan denda Rp20 juta subsider enam bulan kurungan.
Vonis hakim itu lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut satu tahun penjara kepada keempat terdakwa.
Pada pembacaan putusan tersebut, majelis hakim juga lanjut Arfiana Khairunnisa menyatakan, pihak perusahaan dalam hal ini PT Khaleda Agroprima Malindo bersalah pada kasus pembantaian orangutan tersebut.
Juru Kampanye COP itu menilai, vonis yang dijatuhkan hakim kepada keempat pelaku pembantaian orangutan tersebut menjadi preseden buruk dalam penyelamatan satwa langka dan dilindungi tersebut.
"Semestinya, majelis hakim mengambil kesempatan untuk menyelamatkan orangutan yang telah menjadi sorotan dunia internasional. Dengan jatuhnya vonis yang jauh dari hukuman maksimal seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta," ungkap Arfiana Khairunnisa.
Sebelumnya, peneliti dari Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman Samarinda juga menyampaikan, harus ada sanksi kepada pihak perusahaan terkait pembantaian orangutan itu.
"Kasus pembantaian orangutan itu tidak dilakukan oleh individu tetapi saya melihat terkoordinasi sebab ada eksekutor di lapangan, ada yang membayar dan yang memerintahkan. Namun, yang diseret ke meja hijau hanya pelaku di lapangan sementara pihak perusahaan tidak mendapatkan sanksi," katanya.
"Saya juga tidak setuju jika perusahaan itu ditutup sebab itu menyangkut kepentingan orang banyak tetapi perusahaan harus mendapat sanksi, minimal sanksi administratif untuk menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain agar tidak terjadi pembantaian terhadap satwa langka yang sudah nyaris punah itu. Secara politis, pihak perusahaan sudah mendapat sanksi dari masyarakat namun itu belum cukup sebab semestinya harus ada tindakan kongkrit dari pemerintah," ungkap Yaya Rayadin.
Doktor Ekologi dan Konservasi Satwa Liar itu juga menilai, masih minimnya perhatian pemerintah terhadap upaya konservasi orangutan.
"Semestinya, kasus pembantaian orangutan di Desa Puan Cepak menjadi pembelajaran dan pemerntah seharusnya mengambil langkah, bukan hanya memberikan sanksi tetapi melakukan pendampingan kepada perusahaan," kata dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman tersebut.
Kasus pembantaian orang utan di kawasan perusahaan perkebunan sawit PT KAM di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, itu terungkap pada bulan November 2011.
Polisi yang awalnya mengalami kesulitan mengungkap pembantaian orang utan tersebut akibat minimnya bukti. Akhirnya menetapkan lima tersangka setelah ditemukan foto dan kerangka orang utan yang diduga hasil pembantaian. (*)
COP: Perusahaan Seharusnya Diberi Sanksi Juga
Jumat, 20 April 2012 20:02 WIB