Balikpapan (ANTARA) - Center for Orangutan Protection (COP) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim) melepasliarkan satu individu orangutan kalimantan timur (Pongo pygmaeus morio) kembali ke alam bebas di Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
“Orangutan betina, oleh warga Dusun Karet, Sangatta Selatan, dikasih nama Gisel,” seloroh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKSDA Kaltim Nur Patria Kurniawan, Minggu malam.
Orangutan yang diperkirakan berusia 4-5 tahun itu ke luar habitatnya di Taman Nasional Kutai (TNK) dan masuk ke Dusun Karet untuk minta makan, Desember 2020.
Oleh warga, Gisel benar-benar disayang dan dikasih makan, walaupun dibiarkan liar. Kejadian ini berlangsung hingga tiga bulan, sampai para ranger (penjaga hutan) TNK tahu.
“Karena masih orangutan liar, kami langsung kembalikan ke hutan. Eh, tiga hari setelah dilepas di hutan, kembali ke pos ranger dan mengetuk pintu, minta makan,” cerita Nur Patria, yang saat ini juga masih Kepala TNK.
Orangutan liar harusnya tidak boleh tergantung pada manusia. Mereka harus benar-benar mandiri. Karena itu, dari TNK di Kutai Timur, Gisel pun dibawa dan diantar ke Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) fasilitas rehabilitas yang dikelola COP di Labanan, lebih kurang 50 km selatan Tanjung Redeb, Berau.
Di BORA, Gisel pun ditumbuhkan kembali insting liar dan kemampuannya mencari makanan untuk bertahan hidup di alam bebas.
“Dasarnya memang masih orangutan liar, dalam tiga bulan Gisel kami anggap lulus dan bisa dilepasliarkan kembali,” kata Manajer BORA Widi Nursanti. Gisel sudah kembali terampil memilih pakan, membuat sarang, dan tahu bahaya dan musuh bagi orangutan.
Namun begitu, kali ini Gisel tidak dikembalikan ke TNK. COP mengelola program pelepasliaran di Hutan Lindung Sungai Lesan, yang dari BORA jaraknya lebih kurang 2 jam arah barat daya perjalanan bermobil disambung menyusuri Sungai Kelay-Sungai Lesan dengan ketinting, perahu bermesin tempel dengan as baling-baling panjang. Di situ, COP sudah melepasliarkan 5 orangutan sejak 2017.
“Kami pastikan Gisel sehat dan fit,” kata Widi. Ia dipastikan tidak mengidap penyakit manusia yang dapat juga menulari orangutan seperti TBC, hepatitis A dan B, termasuk juga HIV.
Maka, akhir pekan lalu, Sabtu 19/6, Gisel kembali masuk kandang transport orange COP. Dari BORA di Labanan, ia diantar dengan mobil double cabin hingga Kampung Lesan Dayak, dan dengan digotong empat pemuda, kandang berisi orangutan seberat 20 kg itu pelan-pelan diturunkan ke perahu ketinting.
Sungai Lesan bermuara di Sungai Kelay, lebih kurang 5 menit ke hilir dari Kampung Lesan Dayak yang dihuni orang Kenyah. Maka setelah 10 menit itu, perahu-perahu pengantar Gisel belok kanan masuk Sungai Lesan, dan melawan arus ke hulunya hingga 35 menit kemudian untuk mencapai gerbang dan pos penjagaan Hutan Lindung Sungai Lesan.
Dari tepi sungai, kandang berisi Gisel ditarik naik ke tepi hutan, dan kemudian kembali digotong menyusuri jalan setapak di dalam hutan. Dari gerbang hutan, jalan menanjak terjal namun diselingi beberapa bagian yang datar, tempat para pemikul kandang Gisel mengambil istirahat, tarik napas sejenak, dan bila perlu, digantikan yang lain.
Akhirnya setelah seremoni kecil di titik pelepasliaran, tepat pukul 12.06 menit, Plt Kepala BKSDA Nur Patria membuka pintu kandang Gisel. Dalam 19 detik pertama, tak ragu ia melangkah ke luar kandang dan langsung menjangkau akar liana yang tepat ada di depannya, dan terus memanjat naik ke pohon ulin. Gisel lalu berhenti sebentar dan memandang ke bawah, kepada Nur Patria yang membuka kandangnya.
Selama beberapa menit ia bergelantungan di ketinggian di pohon ulin itu.
“Untuk beberapa lama ia mungkin masih akan di situ untuk beradaptasi mengenal rumah barunya ini,” kata Widi. Mulai saat itu pula tim monitoring pelepasliaran mulai bekerja.
Selama tiga bulan mendatang, Gisel akan terus diikuti pergerakannya dan dicatat perilakunya. Semakin menjauh dari manusia, semakin dianggap sukses pelepasliarannya.
“Insya Allah kali ini Gisel tidak akan lagi mengetuk pintu rumah orang minta makan,” kata Nur Patria. ***