Samarinda (ANTARA) - Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang begitu pesat secara tidak langsung membawa pengaruh bagi kehidupan masyarakat, diantaranya dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Masyarakat cenderung menggunakan bahasa asing ketimbang Bahasa Indonesia dan memcampuradukan penggunaanya di ruang publik.
"Perlu disadari bahwa pencampuradukan penggunaan bahasa secara tidak langsung dapat menggerus penggunaan Bahasa Indonesia di negaranya sendiri" sebut Kepala Kantor Bahasa Kaltim, Anang Santosa saat memberikan materi pada Pembinaan dalam rangka penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik dan badan publik, di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (1/8).
Dikatakannya dalam interaksi di ruang publik ada tiga bahasa yang sering digunakan masyarakat, yakni Indonesia, daerah, dan asing. Seringkali pencampuradukan penggunaannya berakibat mendominasinya penggunaan salah satu bahasa. Seringkali Bahasa Indonesia terpinggirkan.
Padahal, menurutnya Bahasa Indonesia menjadi indentitas bangsa dan jika tidak digunakan secara baik dan benar dikhawatirkan akan semakin ditinggalkan.
Kondisinya banyak yang menggunakan istilah asing dalam ruang publik untuk penyebutan informasi dan istilah kegiatan. Sebagai contoh penyebutan in dan exit pada papan informasi gedung yang lebih tepat menggunakan bahasa masuk dan keluar, maupun car free day yang lebih baik menggunakan hari bebas kendaraan bermotor.
"Fenomena menggunakan bahasa asing yang dianggap sabagian orang keren malah menggerus Bahasa Indonesia. Dan ini harus disadari melanggar UU No24/2009 tentang kebahasaan, khususnya pasal 26-39 yang mengamanatkan Bahasa Indonesia wajib digunakan di mana saja,"sebutnya.
Padahal katanya Bahasa Indonesia wajib digunakan pada forum nasional dan internasional, nama bangunan, nama gedung, apartemen, permukiman, merek dagang, lembaga pustaka, serta daftar informasi obat dan makanan.
Oleh karena itu dia berharap pemerintah daerah menjadi contoh menerapkan penggunaan Bahasa Indonesia baik dan benar. Penulisan nama kantor, nama ruangan, nama jabatan, dan alat informasi.
Anang Santosa menjelaskan ada empat tonggak dalam mewujudkan pengutamaan pengutamaan bahasa negara, yakni pemantauan, membudayakan dan sosialisasi penggunaannya, penindakan, serta pemberiaan penghargaan. Meskipun muaranya bukan penghargaan yang diberikan, melainkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kedepan dia akan terus mensosialisasikan penggunaan Bahasa Indonesia dan sastra. Tentunya butuh dukungan pemerintah daerah dalam merealisasikannya.
"Saya membayangkan akan terbit kebijakan daerah tentang kebahasaan dan kesastraan baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota," harapnya.
Sementara Peneliti Kantor Bahasa Kaltim, Abd Rahman Yunus menyebutkan penggunaan bahasa yang baik jika dilakukan sesuai situasi dan kondisi kebahasaan.
"Tidak semua berbahasa baku. Sebagai contoh konunikasi di rumah, cukup menggunakan bahasa daerah. Lain hal jika pada pertemuan resmi, wajib menggunanakan bahasa baku. Sebab kita mengutamakan Bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing," katanya.
Sedangkan penggunaan bahasa yang benar harus sesuai kaedah kebahasaan. Jika dulu dikenal Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), sekarang menggacu pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
"Diharapkan masyarakat dapat menggunakan Bahasa Indonesia dengan tata cara penulisan surat resmi, mulai dari penulisan kop surat, penggunaan tanda baca, hingga penggunaan kata yang efektif dan efisien,"papar Abd Rahman.
Pencampuradukan bahasa gerus penggunaan Bahasa Indonesia
Kamis, 1 Agustus 2019 10:31 WIB
Perlu disadari bahwa pencampuradukan penggunaan bahasa secara tidak langsung dapat menggerus penggunaan Bahasa Indonesia di negaranya sendiri