Tenggarong (ANTARA News Kaltim) - Tim Disaster Victim Identification (DVI) dari Polda Kaltim menggunakan empat tahapan yang merupakan standar internasional dalam mengidentifikasi korban runtuhnya Jembatan Kartanegara di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kabid Dokkes Polda Kaltim AKBP dr Budi Heryadi, di Tenggarong, Selasa, mengatakan, keempat fase tersebut adalah Fase I identifikasi korban bencana (DVI) yang dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP) yaitu tahap pencarian korban, setelah korban ditemukan, kemudian dipisahkan sesuai jenis kelaminnya, diberikan penomoran dan pelabelan.
"Setelah itu korban dibawa ke RSUD AM Parikesit guna pengenalan wajah, pemotretan, identifikasi korban, dan pengumpulan property, ini sudah masuk dalam fase II DVI Post Mortem Kamar Jenazah RSUD AM Parikesit," terangnya saat ditemui saat ditemui di RSUD Parikesit Tenggarong.
Ia mengatakan, korban yang sudah diidentifikasi (fase II), lalu tim DVI melakukan pemotretan korban, mencari ciri-ciri khusus pada korban yaitu jenis kelamin, umur, baju, perhiasan dan lain-lain yang berhubungan dengan korban, dan penantian info keluarga.
"Ini sudah masuk dalam Fase III DVI Pengumpulan data dari keluarga korban (Ante Mortem)." ujarnya.
Terakhir, katanya, korban masuk dalam Fase IV DVI Rekonsiliasi atau Sidang Pencocokan. "Dalam fase IV ini seluruh data korban dari fase II DVI Post Mortem Kamar Jenazah RSUD AM Parikesit kemudian dicocokkan dengan fase III DVI Ante Mortem," ujarnya.
Jika ada kecocokan kemudian korban diumumkan dan diserahkan kepada keluarga, sedangkan jika tidak ada kecocokan dari data fase II dan data fase III, maka didalami lagi.
"Tahapan yang telah kami lakukan dalam penanganan korban akibat runtuhnya jembatan ini telah sesuai dengan prosedur dari DVI yang berlaku internasional," ujarnya.
Dikatakannya pula, indentifikasi korban juga berasal dari data penting yaitu data primer yaitu melalui gigi, sidik jari, dan DNA, kemudian dari data sekunder yaitu kepemilikan, tanda/ciri khas yang terdapat dalam tubuh korban, dan alat bantu lainnya. Prosedur yang dilakukan tersebut telah diakui oleh internasional, dan memang dilakukan oleh para Interpol.
Hingga pukul 14.00 wita sudah ditemukan 18 korban meninggal dunia, 13 korban telah teridentifikasi dan telah diserahkan kepada keluarga, sedangkan 5 (lima) korban lainnya belum teridentifikasi.
Untuk itu, dr Budi berharap agar masyarakat yang merasa kehilangan keluarga untuk segera melaporkannya ke posko Ante Mortem yang ada di RSU Parikesit Tenggarong dengan membawa data selengkap mungkin, yaitu foto orang yang hilang, ijazah asli dari SD dan seterusnya guna pencocokan sidik jari korban.
"Data yang akurat dari keluarga sangat penting untuk mengenali korban. Korban akan segera kami serahkan kekeluarga jika ada kecocokan, dan sesuai dengan ciri-ciri korban, dan selanjutnya akan dibuatkan berita acara serah terima jenazah," ujar Budi Heryadi. (*)