Tana Paser (ANTARA Kaltim) - Wakil Bupati Paser Mardikansyah meminta Bahasa Paser digalakkan kembali di sekolah-sekolah dengan memasukkan sebagai muatan lokal kurikulum pendidikan.
"Saya minta kembali digalakkan dan dimasukkan dalam mata pelajaran sekolah, karena bahasa Paser perlahan semakin jarang digunakan," kata Mardikansyah saat membuka Seminar dan Dialog Adat dan Budaya Paser di Tanah Grogot, Senin.
Seminar dan dialog yang mengangkat tema Menapaki Jejak Budaya Tradisi Paser sebagai Kekuatan Jati Diri Bangsa itu diprakarsai Organisasi Kepemudaan Laskar Pertahanan Adat Paser (LPAP) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) setempat.
Menurut Mardikansyah, di era modern saat ini, penutur bahasa Paser kian berkurang jumlahnya.
"Anak-anak saat ini lebih sering menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan sekolah dan bermain. Jarang sekali yang menggunakan bahasa Paser," katanya.
Ia mengemukakan, Kabupaten Paser merupakan daerah yang sangat majemuk, terdiri dari berbagai suku, adat istiadat dan budaya. Wabup menyebutnya sebagai miniatur Indonesia.
Mardikansyah menilai kedatangan orang-orang luar ke daerah itu membawa dampak positif dan negatif.
"Dampak positifnya membantu pembangunan dan perekonomian daerah. Dampak negatifnya mulai jarang ditemui penutur bahasa lokal saat ini," ujar Mardikansyah.
Upaya menggiatkan kembali bahasa lokal bukan berarti menolak globalisasi yang tengah berkembang saat ini, melainkan dalam rangka melestarikan budaya dan bahasa daerah itu.
Sementara itu, Ketua LPAP Iswahyudi berharap dari kegiatan itu dapat menghasilkan beberapa poin sebagai dasar terkait adat dan istiadat serta pelestarian budaya yang dapat dimasukkan dalam kebijakan pemerintah daerah setempat.
"Seperti pemakaian baju adat pada hari-hari tertentu dan muatan lokal bahasa Paser di sekolah mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Menengah Atas," ujar Iswahyudi.
Iswahyudi mengatakan, perayaan adat di daerah itu tidak berdasarkan kalender yang rutin setiap tahunnya.
Perayaan adat kata dia, dilakukan oleh masyarakat setempat apabila terdapat hajat atau keinginan untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan mereka.
"Acara adat biasanya tergantung hajat, seperti hajat belian, pesikung. Semuanya itu tidak dalam jadwal, tergantung niat hajat saja," pungkas Iswahyudi. (*)