Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pos Pelayanan Teknologi Riyoto di Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur, Kalimantan Timur, melakukan inovasi melalui industri kecil mengubah tanaman serai menjadi minyak harum yang bisa digunakan untuk badan maupun pengharum ruangan.
"Kami ingin mengembangkan industri minyak harum ini lebih luas, tapi sayangnya kekurangan bahan baku serai atau nilam, karena masih minimnya petani mengembangkan dua jenis tanaman ini," ucap Ketua Posyantek Riyoto Kecamatan Sangatta Utara Achmad Riyoto di Samarinda, Senin.
Terkait dengan itu, maka hingga kini pihaknya terus mencari petani atau kelompok mana saja yang sanggup menanam serai minimal 20 hektare, sambil ia tetap serius melakukan pendampingan pada kelompok tani yang sekarang telah mengembangkan serai di Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Ia mengaku usaha pengolahan minyak harum ini memiliki prospek bagus, karena sepanjang kehidupan ini kebutuhan masyarakat terhadap pengharum akan tetap ada, apalagi permintaan minyak harum dan sabun mandi serai bukan hanya pasar lokal, regional, maupun nasional, tapi pasar ekspor juga terus pesan kepadanya.
"Minyak yang kami produksi sudah dalam bentuk jadi dalam kemasan botol, banyak dipesan warga lokal Kaltim dan kebanyakan dari Jawa. Sedangkan minyak jadi belum dikemas atau dalam bentuk literan per drum, untuk melayani pasar ekspor seperti Jepang dan negara-negara di Eropa," ucapnya menegaskan.
Ia menuturkan bahwa setiap 1 ha tanaman serai mampu menghasilkan sekitar 250 kilo minyak harum. Sementara harga jualnya mencapai Rp85 juta. Hasil penjualan ini kemudian dikurangi 35 persen untuk biaya operasional penyulingan, kemudian dipotong lagi biaya operasional mulai buka lahan, rintis, dan biaya pemeliharaan.
Menurutnya, ada juga pembeli yang ingin menampung bahan mentahnya saja, yakni batang serai basah dengan harga Rp50 juta untuk 2.000 batang basah dari 1 ha lahan.
Untuk menanam 1 ha serai yang menghasilkan sekitar 2.000 batang dibutuhkan biaya sekitar Rp23,5 juta untuk pembukaan lahan, beli bibit, upah, hingga pembelian pestisida.
Sebenarnya perbedaan keuntungan antara produk mentah atau batangan serai dengan yang masak atau telah menjadi minyak, selisihnya tidak seberapa karena dari 1 ha serai terjual Rp50 juta, sementara jika sudah dalam bentuk minyak siap pakai dihargai Rp85 juta, namun hasil penjualan itu harus dipotong 35 persen biaya operasional penyulingan.
"Meski selisih harganya tidak seberapa, namun saya pribadi lebih suka ekspor barang jadi walau agak repot dan perlu tenaga ekstra, karena dari proses penyulingan ini mampu merekrut tenaga kerja sekaligus menambah penghasilan bagi warga," kata Achmad.(*)