Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sejumlah petani dari tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, meminta lahan mereka yang telah bertahun-tahun dirampas dan dirusak oleh perusahaan kelapa sawit PT Perkebunan Kalimantan Utama (PKU) I secepatnya dikembalikan.
"Hasil pertemuan kami yang difasilitasi Gubernur Kaltim pada 24 Januari dan 14 Februari 2017, gubernur menawarkan solusi bagi hasil 80 persen untuk perusahaan dan 20 persen untuk petani, tentu saja kami tolak karena sawit yang ditanami adalah lahan kami yang dirampas," ujar Ketua Koalisi Petani dan Nelayan Korban Sawit dan Tambang Kutai Kartanegara Aqmal Rabbany di Samarinda, Senin.
Petani yang menjadi korban perampasan PT PKU I berada di tiga kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni Kecamatan Muara Jawa, Loa Janan, dan Sanga-Sanga.
Lahan yang dijarah paling luas adalah di Kampung Sungai Nangka, Muara Jawa, dari total lahan warga yang kini dikuasai PT PKU I seluas 1.300,59 hektare sejak 2005.
Ia mengatakan, hingga saat ini antara petani dan perusahaan sawit tersebut masih terjadi konflik, sehingga pernyataan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari yang menyebut sudah ada hubungan kemitraan antara warga dengan PKU I merupakan berita bohong.
Aqmal juga mengatakan dasar yang dijadikan alasan oleh Gubernur Kaltim dan Bupati Kutai Kartenagara bahwa Hak Guna Usaha (HGU) PT PKU I sah itu merupakan pemahaman yang salah, karena putusan Mahkamah Agung yang menyatakan "inkracht" (berkekuatan hukum tetap) merupakan putusan yang tidak ada kaitannya dengan tuntutan petani dan petani tidak pernah memasukkan gugatan ini pengadilan.
"Putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi PT PKU I dan membatalkan putusan PTUN Jakarta pada 20 Desember 2011 yang menyatakan sudah inkracht merupakan sengketa antara PT PKU I dan PT Tri Sinse Minereal Utama. Jadi, putusan ini tidak ada hubungannya dengan petani di tiga kecamatan yang saat ini masih bersengketa dengan PKU I," ujarnya.
Sedangkan pelaporan kasus tentang pengrusakan tanam tumbuh dan pencemaran lingkungan, termasuk perampasan lahan oleh PT PKU I yang dilaporkan kepada Polda Kaltim, baru dilakukan pada 2014, sehingga keputusan PTUN pada 2011 lalu tidak ada hubungannya sama sekali dengan sengketa yang masih berlarut hingga kini.
"Kami juga sudah melaporkan kepada Mabes Polri pada 22 Juni 2016 tentang perampasan tanah dan dugaan membuat atau dan menggunakan HGU serta SHGU palsu. Mengingat laporan kami ini baru, jadi belum masuk ke pengadilan seperti yang pernah disampaikan pengacara PKU I," kata Aqmal. (*)
Petani Kutai Kartanegara Minta Lahannya Dikembalikan
Senin, 27 Februari 2017 20:04 WIB