Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Wilayah Kalimantan menargetkan sebanyak 99.000 kepesertaan baru dari para pekerja sektor informal yang potensinya masih cukup besar.
"Itu target untuk peserta baru dari pekerja informal atau pekerja bukan penerima upah," kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Kalimantan Afdiwar Anwar di Balikpapan, Senin.
Untuk mengejar target tersebut, BPJS gencar melakukan sosialisasi mengenai program jaminan sosial, seperti yang sudah dilakukan pada acara pasar murah di Balikpapan, Minggu (14/6).
Menurut ia, para pekerja bukan penerima upah atau informal itu termasuk para profesional seperti dokter, jurnalis `freelance`, arsitek, notaris, hingga pekerja di berbagai sektor seperti sopir angkutan umum atau taksi yang menjalankan mobilnya sendiri, tukang ojek, pedagang kaki lima, pedagang pasar, tukang kayu, penjahit, dan loper koran.
"Kami akan edukasi terus masyarakat untuk menyadarkan pentingnya jaminan sosial ini, sehingga bila saatnya terjadi, mereka sudah siap," kata Afdiwar.
Pembayaran premi keikutsertaan BPJS hanya Rp28.000 per orang setiap bulan. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi meminta mereka yang bergerak di sektor informal pun segera menjadi anggota BPJS tersebut.
"Premi itu murah sekali. Kami akan cobakan pada PKL di Melawai, Taman Bekapai dan Lapangan Merdeka, termasuk mereka yang bergabung di pangkalan-pangkalan ojek," kata Rizal Effendi, pada kesempatan terpisah.
Data Badan Pusat Statistik Balikpapan mencatat di Kota Minyak terdapat lebih kurang 158 ribu pekerja, dan lebih dari separuhnya atau sekitar 79 ribu orang bekerja di sektor informal.
Menurut Afdiwar Anwar, mulai 1 Juli 2015 ini, program BPJS Ketenagakerjaan akan beroperasi penuh dengan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian.
"Mulai saat itu juga, para pekerja informal atau bukan penerima upah wajib mengikuti jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua," tambahnya.
Ia mengakui bahwa saat ini di Indonesia program jaminan sosial tenaga kerja dan kesehatan masih belum dianggap sebagai kebutuhan utama oleh masyarakat.(*)