Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) berkolaborasi mengelola ekosistem pesisir secara berkelanjutan untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim, guna mencegah pemanasan global.
"Provinsi Kaltim dikenal memiliki wilayah pesisir dan laut yang strategis, yaitu Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KKP3K-KDPS) yang terletak di Kabupaten Berau," kata Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni di Samarinda, Kamis.
Salah satu yang dilakukan saat ini adalah melalui Program Koralestari yang didukung oleh Global Fund for Coral Reefs (GFCR). Dalam hal ini, YKAN berupaya mendukung munculnya sumber-sumber pendanaan inovatif untuk konservasi dan restorasi terumbu karang di Indonesia.
Sedangkan KKP3K KDPS Kabupaten Berau pada kawasan Bentang Laut Sulu, Sulawesi, merupakan salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, serta menjadi bagian dari segi tiga terumbu karang.
KKP3K KDPS yang memiliki luas lebih dari 285.000 hektare, menyimpan potensi besar untuk pengembangan proyek karbon biru. Studi awal menunjukkan kawasan ini memiliki sekitar 12.000 hektare mangrove dan hampir 2.000 hektare lamun yang berpotensi menyerap lebih dari 69 ribu ton karbon dioksida (CO) ekuivalen per tahun.
Jika dikelola dengan baik, potensi ini bernilai ekonomi mencapai sekitar USD 317.000 per tahun (USD 4,6/tCOe), dan dapat meningkat dengan memperhitungkan manfaat ekologis seperti perlindungan pesisir, penyediaan habitat penting bagi biota, serta dukungan terhadap mata pencaharian masyarakat pesisir.
Namun, ekosistem mangrove dan lamun di kawasan ini juga menghadapi ancaman serius seperti ahli fungsi lahan untuk tambak, tekanan pariwisata yang tidak berkelanjutan, serta pencemaran. Tanpa intervensi, sekitar 20 persen mangrove dan 35 persen lamun diproyeksikan akan terdegradasi dalam empat dekade mendatang.
Untuk itu, Kaltim dan YKAN menggelar Pelatihan Teknis Kredit Karbon Biru dan Prinsip Nilai Ekonomi Karbon (NEK) pada 7 - 9 Oktober 2025 di Samarinda, untuk memperkuat kesiapan teknis dan kelembagaan daerah dalam mengelola ekosistem pesisir secara berkelanjutan.
Materi pelatihan mencakup kebijakan nasional dan internasional terkait perubahan iklim, metodologi penghitungan stok karbon di ekosistem mangrove dan lamun, Sistem Registrasi Nasional (SRN) dalam upaya pengurangan emisi, hingga mekanisme pasar karbon di tingkat global dan nasional.
Para peserta juga mengikuti sesi praktik penghitungan biomassa, karbon, dan emisi sebagai basis penyusunan Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM).
"Pemprov Kaltim bersama para mitra mendorong lahirnya skema pendanaan inovatif berbasis NEK melalui perdagangan karbon biru. Skema ini diharapkan menjadi sumber pembiayaan berkelanjutan bagi pengelolaan kawasan konservasi sekaligus memperkuat kesejahteraan masyarakat pesisir," ujar Sri Wahyuni.
