Balikpapan (ANTARA) - Wakil Wali Kota Balikpapan Bagus Susetyo meminta Dinas Pekerjaan Umum (DPU), yaitu Sumber Daya Air (SDA), segera mengevaluasi daya tampung Waduk Wonorejo dan efektivitas saluran hilir sebagai guna pengendalian banjir di wilayah utara kota.
“Curah hujan sebelumnya sampai hampir 92 milimeter. Ada keluhan dari warga karena muncul genangan air," kata Bagus saat meninjau Waduk Wonorejo, Minggu (20/7).
Meskipun genangan surut hanya dalam waktu dua jam, menurutnya, genangan itu tetap perlu diperhatikan serius karena curah hujan ekstrem dapat kembali terjadi.
“Positifnya, genangan cepat surut, artinya saluran kita tidak buntu. Tapi tetap perlu dicek sedimentasi di hilir, mungkin sudah menumpuk, sehingga daya tampung dan alirannya perlu dioptimalkan,” ujarnya.
Bagus menilai pengendalian banjir di kawasan waduk akan efektif jika dilakukan lewat dua strategi secara bersamaan, yakni optimalisasi tampungan dan pengaturan debit aliran ke saluran sekunder.
“Air jangan dilepas semua sekaligus. Harus diatur separuh ditampung sementara, separuh masuk saluran, agar tidak meluap bersamaan. Itu prinsipnya,” kata Bagus.
Bagus juga meminta kebersihan saluran terjaga secara rutin. Lurah dan ketua RT di sekitar wilayah Waduk Wonorejo harus konsisten menjalankan gerakan bersih lingkungan saluran air tidak tersumbat.
“Kita tidak bisa mengandalkan infrastruktur saja, partisipasi masyarakat itu kunci. Jangan sampai saluran kita bagus tapi buntu karena sampah,” tegasnya.
Manfaat musim keringDi sisi lain, Pemerintah Kota juga membuka peluang pemanfaatan Waduk Wonorejo sebagai sumber air baku.
Untuk itu, Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) telah diminta melakukan kajian teknis dan higienitas terhadap kualitas air di dalam waduk.
“Kami minta PTMB mengkaji kelayakan airnya. Kalau memang memenuhi syarat, bisa dimanfaatkan sebagai air baku. Tapi tentu harus melalui uji laboratorium terlebih dahulu,” kata Bagus.
Dia menjelaskan, keberadaan ikan di dalam waduk dapat menjadi salah satu indikator bahwa air tidak tercemar, namun tetap harus dicek lebih lanjut kandungan logam seperti besi (ferro) dan mangan (manisiu) yang bisa membahayakan jika dikonsumsi.
“Kalau tidak ada yang mati, berarti ikannya hidup. Tapi kita tidak bisa pakai itu sebagai patokan utama, tetap harus ada kajian laboratorium,” ujarnya.
Pembangunan instalasi pengolahan air (IPA) atau water treatment plant (WTP) akan menjadi langkah lanjutan jika hasil kajian PTMB menunjukkan kualitas air layak konsumsi.
“Nanti kalau airnya memenuhi standar, baru kita pikirkan infrastruktur seperti WTP dan jaringan distribusinya. Tapi untuk sekarang, fokus kita tetap pada kajian teknis dulu,” tutup Bagus. (Adv).
