Balikpapan (ANTARA) - Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Sosial menegaskan pentingnya prosedur dan verifikasi lapangan dalam pemberian bantuan sosial, menyusul viralnya kondisi seorang lansia bernama Itte (67), warga RT 32 Kelurahan Muara Rapak, yang hidup sebatang kara di rumah tidak layak huni.
Kepala Dinas Sosial Balikpapan Edy Gunawan mengatakan bahwa segala bentuk intervensi sosial, termasuk permohonan bantuan bedah rumah, harus melalui mekanisme yang baku, mulai dari laporan di tingkat RT hingga validasi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) oleh petugas sosial.
“Kalau butuh bantuan, harus diawali dari laporan RT, diteruskan ke Kelurahan. Data orang yang bersangkutan harus lengkap dan jelas, apakah status tanahnya legal, masuk kategori keluarga miskin atau tidak, semua itu penting,” kata Edy Gunawan saat dikonfirmasi di Balikpapan, Kamis (17/7).
Ia menjelaskan Dinas Sosial tidak memiliki kewenangan langsung dalam pelaksanaan bedah rumah karena hal tersebut merupakan tugas Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim).
Namun, pihaknya tetap aktif memantau warga miskin melalui program bantuan dasar seperti sembako dan penanganan kasus kemiskinan ekstrem.
Menurut Edy, saat ini Kota Balikpapan memiliki sekitar 16 ribu warga yang tercatat dalam DTKS. Data tersebut menjadi rujukan utama dalam pemberian bantuan sosial dari pemerintah pusat maupun daerah.
“Kalau ibu itu masuk DTKS, nanti akan dikunjungi oleh petugas PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), lalu dievaluasi. Yang masuk kategori miskin ekstrem, tidak punya penghasilan, dan hidup sebatang kara akan diprioritaskan,” jelasnya.
Edy menekankan bahwa proses ini penting untuk memastikan bantuan diberikan tepat sasaran, dan tidak melenceng dari aturan maupun kriteria yang telah ditentukan.
“Bantuan tidak bisa langsung diberikan tanpa proses. Ada tahapannya, mulai dari laporan RT, kunjungan PSM, sampai pendataan di Kelurahan. Setelah itu baru diteruskan ke provinsi atau pusat,” ujarnya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat, termasuk aparatur lingkungan seperti Ketua RT dan lurah, agar terus aktif mengawal proses pendataan warga rentan agar tidak tertinggal dari intervensi program sosial yang tersedia.
“Pemerintah hadir, tapi ada prosedur. Jangan sampai karena tidak ada laporan atau datanya tidak lengkap, warga miskin jadi tidak tertangani,” tegasnya.
Kisah Itte, lansia berusia 67 tahun yang hidup sebatang kara di rumah kayu reyot, sempat mengundang perhatian publik setelah beredar dokumentasi kondisi rumahnya yang memprihatinkan.
Atap bocor, dinding lapuk, hingga lantai yang mulai miring menggambarkan ketidaklayakan tempat tinggalnya.
Meski tak pernah meminta bantuan secara langsung, keberadaan Itte selama ini mendapat perhatian dari tetangga sekitar yang prihatin atas kesendiriannya di usia lanjut.
Ketua RT 32 Kelurahan Muara Rapak, Kahar, mengatakan bahwa pihaknya telah secara resmi mengusulkan bantuan bedah rumah untuk Itte kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui kelurahan.
“Kami sudah kirimkan surat resmi. Saya pribadi berharap agar program bedah rumah dari Pemprov bisa menyentuh Bu Itte, karena kondisinya sangat mendesak,” kata Kahar, Senin (15/7).
Ia menegaskan bahwa permohonan tersebut bukan sekadar tentang membangun ulang rumah, tetapi juga memberi kembali martabat dan rasa aman bagi warganya yang rentan.
“Kalau rumah Bu Itte bisa diperbaiki, itu bukan hanya tentang memperbaiki bangunan, tapi memberi harapan dan rasa aman di usia senjanya,” ucap Kahar.
Ia juga mendukung sepenuhnya langkah Dinas Sosial dan instansi terkait untuk melakukan verifikasi lapangan dan berharap proses tersebut bisa berjalan cepat demi keselamatan dan kenyamanan Itte ke depan. (Adv).
