Komisi VII DPR RI melakukan inspeksi terkait standarisasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menyusul insiden letupan api yang terjadi di lokasi tersebut.
"Tujuan kunjungan ini adalah untuk memastikan bahwa semua aspek keselamatan kerja telah dipenuhi dan untuk mengetahui penyebab pasti dari insiden yang pernah terjadi," kata pimpinan rombongan Komisi VII DPR RI Bambang Hermanto yang akrab disapa Baher di Kutai Kartanegara, Kamis.
Sebelumnya, insiden letupan api pabrik smelter nikel di lokasi tersebut terjadi pada Kamis (16/5), yang mengakibatkan dua pekerja terluka.
Sebelumnya, insiden letupan api pabrik smelter nikel di lokasi tersebut terjadi pada Kamis (16/5), yang mengakibatkan dua pekerja terluka.
Baher yang berasal dari Fraksi Partai Golkar berkunjung ke pabrik di Kukar, bersama dengan delegasi dari Kementerian Perindustrian RI, Biro Ekonomi Pemprov Kaltim, Disperindagkop UKM Kaltim, dan OPD terkait Kabupaten Kukar serta Forkopimda.
"Kami menekankan pentingnya keselamatan kerja dan mengapresiasi investasi yang telah dilakukan oleh PT KFI, yang mencapai sekitar Rp30 triliun," ungkap Baher.
Menurut dia, investasi ini dianggap strategis, terutama dengan adanya Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah Provinsi Kaltim, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan industri ekstraktif di masa depan.
Plt Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian, Yan Sibarang Tandiele, mengaku kagum kepada PT KFI atas keberanian mereka berinvestasi di sektor industri antara (midstream), yang tidak melibatkan penambangan langsung.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang mengatur tentang hilirisasi di sektor mineral dan batu bara, dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi hasil tambang Indonesia.
Selain itu, PT KFI juga berencana untuk memproduksi stainless steel yang tidak hanya akan digunakan untuk kebutuhan rumah tangga tetapi juga untuk sektor otomotif dan lainnya di masa depan.
"Kunjungan ini juga termasuk pengecekan kelengkapan izin dan AMDAL di sekitar area kerja," ucap Yan Sibarang.
Sementara, Owner Representative PT KFI M. Ardhi Soemargo menanggapi informasi yang tidak lengkap yang diterima dari informasi yang tersiar di publik dan menegaskan bahwa semua perizinan dan AMDAL telah diukur dan diperiksa.
PT KFI, yang mengelola area seluas 330 hektare, telah menandatangani hasil investigasi dengan tim ahli Kemenperin RI dan berkomitmen untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ISO 50001, yang merupakan standar sistem manajemen K3 sesuai PP Nomor 50 Tahun 2012.
"Kami selalu menekankan pentingnya keamanan serta keselamatan kerja dan berjanji bahwa PT KFI akan mengikuti standar yang berlaku, termasuk SMK3 ISO 50001, untuk memastikan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif," tandas Ardhi.
Ia juga menegaskan semua mesin yang digunakan di smelter nikel PT KFI adalah baru dan sesuai dengan regulasi yang berlaku, menepis kekhawatiran tentang penggunaan mesin bekas.