Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Dinkes Kaltim) gencar melakukan pencegahan di wilayah rawan demam berdarah dengue (DBD) dengan memberikan vaksin dan melepaskan nyamuk Wolbachia yang tidak bisa menularkan virus dengue.
Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin di Samarinda, Jumat mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Biofarma untuk memfasilitasi vaksinasi DBD bagi 11.000 siswa berusia 6-12 tahun yang merupakan kelompok umur paling rentan terkena DBD dan berisiko kematian tinggi.
"Kami menggunakan vaksin yang terbaru, teknologinya dari Takeda Jepang, dan distributornya adalah Biofarma. Pemerintah sudah menganggarkan hampir Rp10 miliar untuk beli vaksin tahun lalu, dan tahun ini juga akan kita tingkatkan," ujar Jaya.
Ia menjelaskan, vaksinasi DBD bertujuan untuk meningkatkan imunitas atau daya kekebalan pada anak-anak, sehingga tidak muncul gejala berbahaya ketika digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang merupakan vektor DBD.
Selain vaksinasi, Dinkes Kaltim juga melakukan pengendalian vektor dengan melepaskan nyamuk Wolbachia, yang merupakan nyamuk Aedes Aegypti yang diberi bakteri Wolbachia, yang dapat menghambat penularan virus dengue.
"Beberapa kota sudah melakukan vaksinasi karena efektif, di samping juga kita program-program terkait dengan penyehatan lingkungan. Salah satu pengendalian vektor yang sesuai dengan pengetahuan dan teknologi adalah nyamuk Wolbachia," kata Jaya.
Ia mencontohkan, di Bontang, nyamuk Wolbachia dibuat dengan menetaskan telur-telur yang sudah dihasilkan oleh nyamuk yang sudah ditetesi Wolbachia.
Nyamuk itu kemudian terbang mencari pasangannya, nyamuk DBD yang ada di Bontang, untuk kawin. Setelah kawin, bakteri itu menempel di nyamuk-nyamuk itu termasuk di anak-anaknya.
"Tujuannya agar virus DBD itu tidak berbahaya bagi kita. Dan keturunan-keturunan nyamuk itu akan punya Wolbachia, sehingga nanti tidak ada lagi orang-orang yang terkena DBD. Ini sejarahnya panjang, itu sudah diteliti hampir lebih dari 12 tahun," ucapnya.
Ia menambahkan, nyamuk Wolbachia sudah berhasil menurunkan angka kesakitan DBD di beberapa daerah, seperti di Yogyakarta dan Denpasar.
Jaya mengungkapkan, upaya pencegahan DBD sangat penting mengingat angka kesakitan dan kematian akibat DBD di Kaltim masih tinggi.
Ia memaparkan data bahwa ada 5.616 kasus DBD di Kaltim selama tahun 2023, dengan jumlah tertinggi di Kutai Kartanegara (Kukar) sebanyak 1.118 kasus, diikuti Balikpapan dengan 1.019 kasus dan Samarinda dengan 868 kasus.
"Angka kesakitan DBD di Kaltim ini di atas 150 per 100.000 penduduk, padahal yang seharusnya 10 per 100.000 penduduk. Kita ingin menurunkan agar bisa turun minimal itu 10," tuturnya.
Sedangkan untuk kasus kematian akibat DBD, Jaya mengatakan, tahun 2023 sudah turun dari 0,66 persen menjadi 0,44 persen. Pada tahun 2022 terdapat 39 kasus kematian pada DBD, namun tahun 2023 turun menjadi 23 orang.
"Kami terus-menerus berupaya untuk melakukan inovasi terkait dengan pencegahan dan penanggulangan DBD," katanya.