Samarinda (ANTARA Kaltim) - Perseteruan antara Anggota DPRD Kaltim Hj Siti Qomariyah dan Ketua Forum Solidaritas Pegawai Tidak Tetap Harian (FSPTTH) Samarinda Wahyudin berakhir islah (damai) setelah dilakukan pertemuan di Komisi IV DPRD Kaltim.
"Saya bersyukur karena pertemuan ini akhirnya terjadi islah sehingga ke depan kedua belah pihak tidak lagi saling berpolemik, apalagi kedua belah pihak sama-sama ingin memperjuangankan nasib guru honor menjadi PNS," kata Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Ahmad Abdullah usai memfasilitasi pertemuan itu di Samarinda, Selasa.
Perseteruan antara anggota DPRD Kaltim dan aktivis LSM Kota Samarinda itu berawal ketika muncul tudingan bahwa Siti Qomariah menerima sejumlah uang dari guru honor untuk berangkat ke Jakarta memperjuangkan nasib para guru honor.
Abdullah juga mengatakan bahwa para guru honor di Samarinda sebaiknya tidak mudah terprovokasi dan tidak mudah tertipu dengan janji-janji oknum tertentu untuk meminta sejumlah uang sebagai imbalan dapat diluluskan menjadi PNS.
Apalagi jika orang tersebut, kata dia, mengatasnamakan Forum Guru, tentu hal itu tidak mendasar karena yang berhak menentukan lulus atau tidak menjadi PNS setelah tes yang dilakukan pada beberapa bulan lalu, bukan forum atau oknum tertentu, tetapi merupakan pemenuhan kriteria yang ditentukan oleh pusat berdasarkan "passing grade".
Perseteruan tersebut terjadi diawali dari pertemuan antara Siti Qomariyah dan Wahyudin dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Azwar Abubakar, beberapa hari lalu di Jakarta.
Pertemuan dilakukan guna membahas agar para honor di Samarinda yang telah mengikuti tes CPNS semuanya bisa lulus menjadi PNS, sehingga perwakilan dari Samarinda dan Kaltim itu meminta agar menteri menurunkan nilai "passing grade", karena kondisi di Kaltim atau di Samarinda khususnya berbeda dengan daerah lain, terutama saat tes berlangsung yang suasananya kurang mendukung.
Akhir dari pertemuan, tiga orang tersebut kemudian foto bersama. Lantas menteri berpesan agar foto tersebut tidak dijualbelikan.
Beberapa hari kemudian, foto bertiga tersebut terbit di salah satu koran harian di Samarinda sehingga masyarakat membaca, termasuk para guru honor yang ada di Samarinda juga turut membacanya.
Saat koran itu terbit, kemudian Siti Qomariyah ditelepon dan di SMS oleh beberapa guru honor yang juga anggota FSPTTH Samarinda. Sejumlah guru honor tersebut mengaku dimintai sejumlah uang untuk keberangkatan pengurus ke Jakarta, bahkan uang iuran guru honor juga diberikan kepada Siti Qomariyah.
Merasa kaget atas informasi dari para guru honor, Qomariyah kemudian memberikan klarifikasi di koran, isinya antara lain bahwa hal itu tidak benar karena dia mengetahui gaji guru honor di Samarinda sangat kecil.
Kemudian Wahyudin membaca klarifikasi di media massa yang dilakukan oleh Qomariyah. Wahyudin merasa keberatan dengan klarifikasi itu karena dia menganggap dalam klarifikasi itu ada pencemaran nama baiknya.
Hari berikutnya, Wahyudin juga berkomentar di koran bahwa keberatan atas klarifikasi yang diklakukan Qomariyah, bahkan Wahyudin meminta agar Siti Qomariyah diadili, dia juga mengadukan hal itu ke Polresta Samarinda secara lisan.
Namun setelah pertemuan yang difasilitasi oleh Komisi IV tersebut, akhirnya keduanya sepakat islah dan keduanya tidak akan berpolemik lagi.
Usai pertemuan, saat ditanya wartawan, Wahyudin mengaku tidak akan melanjutkan laporannya ke polisi secara tertulis karena sudah berakhir damai.
Dia juga mengaku tidak pernah meminta potongan gaji guru honor sebesar 50 persen untuk diserahkan kepada FSPTTH apabila para guru honor diterima menjadi PNS.
Sementara Qomariyah berharap kepada FSPTTH agar transparan terhadap penggunaan dana agar tidak ada anggota yang curiga dan bertanya-tanya untuk apa sumbangan para anggota tersebut, karena kecurigaan akan menimbulkan fitnah dan sebagainya.
Dia juga meminta para guru honor yang telah mengikuti tes agar tidak tertipu dengan janji orang tertentu yang bisa meloloskan menjadi PNS, apalagi meminta sejumlah uang, karena untuk lulus menjadi PNS, sekarang ini tidak ada yang titipan dan tidak mungkin dapat dilakukan oknum tertentu. (*)