Samarinda (ANTARA Kaltim) - Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Cabang Kalimantan Timur akan melaksanakan Seminar Nasional membahas Potensi dan Prospek Ubi Kayu atau Singkong sebagai komoditi nasional yang dijadwalkan pada bulan Desember 2013 dan bertempat di Kota Balikpapan.
"Kami memang mengundang pengurus Masyarakat Singkong Indonesia atau MSI untuk bersama-sama membicarakan rencana seminar nasional di Balikpapan. Selain itu kita juga berharap dalam waktu dekat untuk dapat bertemu Gubernur Kaltim membahas perkembangan singkong di Kaltim," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kaltim, Ibrahim, Jumat.
Dijelaskannya, permintaan ubi kayu Indonesia oleh negara luar terus meningkat setiap tahunnya. Ubi kayu yang dapat diolah menjadi 16 turunan produk bernilai ekonomis, kini menjadi komoditi dunia yang selalu dicari oleh pasar.
Sementara itu, pengembangan ubi kayu di Kaltim masih dalam luasan kecil dan belum dapat memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri.
Untuk itu, sesuai arahan Gubernur Kaltim, Ibrahim mengajak masyarakat untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan pekarangan dan lahan-lahan tidur yang tersebar di kabupaten/kota untuk dapat diolah dan ditanami ubi kayu.
"China membutuhkan dua sampai tiga ribu ton singkong segar setiap tahunnya. Begitu juga dengan Korea Selatan yang membutuhkan bahan setengah jadi dan ampas singkong. Dari dalam negeri permintaan datang dari Samsung, Indofood dan Miwon untuk berbagai pasokan produk usaha mereka," kata Ibrahim.
Dalam seminar nasional nantinya, direncanakan kehadiran para pakar peneliti dan penggiat tanaman singkong baik dari Indonesia maupun dari beberapa negara Asean. Acara yang dikemas berupa seminar, pameran hasil olahan singkong, kontes singkong terbesar, pemberian penghargaan kepada petani serta demonstrasi pengolahan ethanol dan lain-lain, katanya.
Untuk menghindari maraknya masyarakat dan investor menanam singkong, maka akan dibuat dan ditetapkan Kawasan Usaha Agrobisnis Terpadu (KUAT) dengan keunggulan dari masing-masing kabupaten/kota penghasil ubi kayu, katanya.
"Dengan pola KUAT ini, maka akan diketahui di wilayah mana saja yang sedang panen, yang sedang tanam dan lain-lain sehingga tidak akan menjatuhkan harga singkong di tingkat petani karena kelebihan produksi," kata Ibrahim.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Singkong Indonesia Kaltim, Isman Saladin mengatakan bahwa singkong atau ubi kayu ini saat ini terbanyak diolah menjadi tepung tapioka dan tepung Mocaf.
Sementara untuk pengolahan singkong menjadi bahan bakar ethanol masih memerlukan investasi yang besar baik dari permodalan maupun dari sisi pembangunan pabrik pengolahan.
"Saat ini untuk memproduksi satu liter ethanol dibutuhkan biasa sebesar Rp6.500 atau setara dengan harga premium saat ini. Harga ini akan bernilai ekonomi jika digunakan oleh perusahaan yang harus menggunakan BBM nonsubsidi," kata Isman.
Diharapkan dengan banyaknya pabrik ethanol dibangun, harga BBM ramah lingkungan ini akan semakin ekonomis dan dapat bersaing dengan harga premium yang harganya cenderung naik setiap tahunnya, katanya. (*)