Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui instansi terkait bersama wartawan dari berbagai media massa di provinsi setempat, melakukan kesepakatan untuk mengusung pemberitaan ramah anak.
"Dengan adanya kesepakatan ini, semoga tiap pemberitaan terkait anak, benar-benar layak baca bagi anak dan publik," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kaltim Noryani Sorayalita di Samarinda, Rabu.
Terdapat tiga komitmen yang dibacakan insan pers yang dirangkum dalam "Komitmen Media Massa" yang di sela-sela acara Bimbingan Teknis Konvensi Hak Anak bagi Media Massa se-Kaltim secara daring dan luring tersebut.
Tiga komitmen yang dibaca bersama dengan dipandu oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim Endro S Efendi tersebut adalah pertama, Ikut menyosialisasikan program perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Komitmen kedua adalah menyampaikan berita tentang anak dengan memperhatikan prinsip Konvensi Hak Anak. Komitmen ketiga adalah menjadikan media massa sebagai media yang ramah anak.
Menurutnya, ada beberapa regulasi yang mendasari komitmen ini, diantaranya sesuai dengan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kemudian sesuai Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).
Menurut Endro S Efendi, sesuai dengan PPRA, maka ada rambu-rambu yang harus ditaati wartawan, antara lain wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya.
"Hal di luar kapasitas anak antara lain peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orang tua dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang bisa menimbulkan dampak traumatik," kata Endro.
Hal lain yang harus dipatuhi wartawan seperti tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak. Kemudian membuat berita bernuansa positif atau prestasi dengan pertimbangan psikologis anak dan efek negatif pemberitaan.
Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak.
"Khusus media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, maka diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkap, seperti kasus anak hilang atau disandera yang kemudian ditemukan," ucap Endro.