Penajam (ANTARA) -
"Salah satu yang saya khawatirkan adalah ke depan banyak yang meninggal bukan karena COVID-19, tapi karena lapar. Sedangkan kelaparan ini terjadi karena kelumpuhan ekonomi, maka harus kita cari celah mana saja yang bisa dijalankan sekarang," ujar Aji di Samarinda, Selasa.
Aji yang juga pakar ekonomi dari Unmul Samarinda ini mengatakan hampir semua pihak lebih fokus melawan COVID-19 dan sangat minim pihak yang memikirkan dampaknya dan merumuskan apa saja yang harus dilakukan.
Ia menjelaskan COVID-19 ini dapat menyebabkan dampak sosial dan ekonomi antara lain banyaknya pemutusan hubungan kerja atau karyawan yang dirumahkan, pengangguran, meningkatnya kelompok miskin dan hampir miskin.
Dampak lainnya adalah meningkatnya patologi sosial (penyakit sosial), lemahnya pertumbuhan ekonomi, rendahnya daya beli, bahkan yang terburuk adalah munculnya ketidakmampuan daya beli masyarakat.
Untuk membangkitkan daya beli masyarakat secara perlahan, maka banyak peluang yang bisa dilakukan, salah satunya dari sektor ekonomi mikro yang sekaligus bisa untuk mengatasi pandemi COVID-19.
"Contoh, pembuatan hand sanitizer alami sekaligus disinfektan alami yang bisa diproduksi oleh warga dengan bahan yang banyak tersedia di sekitar warga, terutama warga desa seperti daun sirih, serai wangi, kemangi, dan daun jeruk dengan cara disuling dengan alat sederhana," katanya.
Dari hal kecil ini saja, menurut Aji, efek dominonya luas seperti pemilik bahan baku mendapat uang, perajin mendapat penghasilan dari pengolahan, penjualnya mendapat keuntungan, dan konsumen memperoleh manfaat mencegah virus.
Contoh lainnya adalah para penjahit bisa diarahkan membuat alat pelindung diri (APD) atau mendorong produksi minuman jamu untuk meningkatkan imunitas tubuh dari bahan alami yang di desa-desa sudah tersedia seperti jahe, lengkuas, dan bahan alami lainnya.
Di Kabupaten Penajam Paser Utara, lanjut dia, tahun ini setiap desa mendapat alokasi Rp200 juta yang rencananya dimanfaatkan untuk pelatihan keterampilan masyarakat seperti menjahit dan pelatihan lain.
Sebagian besar anggaran Rp200 juta itu berasal dari Bantuan Keuangan (Bankeu) Khusus Bupati Penajam Paser Utara.
"Jika dana dari APBN dan APBD baik untuk BLT, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan lainnya yang kini sedang berjalan, namun masih tidak cukup mengatasi dampak COVID-19, maka Bankeu Khusus yang Rp200 juta per desa ini bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat terdampak COVID-19," ujarnya.
Menurut dia, pemanfaatan Bantuan Keuangan Khusus dari bupati tersebut merupakan alternatif terakhir, karena masih banyak alternatif lain yang bisa ditempuh terkait pandemi ini, baik untuk membangkitkan ekonomi jangka pendek maupun jangka panjangnya.